Selasa, 12 Februari 2013

Mengingat Mati = Memproduktifkan Hidup

Jika ada manusia yang tidak pernah tergugah dengan kematian manusia lainnya, maka dapat dikatakan orang itu masuk golongan “mandom” alias manusia domba.

Layaknya domba di Idul Qurban. Lahap memakan rumput tanpa henti sambil menatap kawan-kawannya disembelih, sementara ia adalah giliran berikutnya.

Analoginya, manusia golongan ini dapat dikatakan sebagai orang bodoh yang telah menyia-nyiakan modal hidup dan menghamburkannya dengan kehidupan dunia. Semakin banyak kesia-siaan yang dilakukan maka tingkat kebodohannya semakin tinggi.

Sebaliknya, orang yang paling cerdas adalah orang yang paling sering mengingat ajal dan paling banyak mempersiapkan diri menghadapi mati. Khusnul khotimah adalah suatu karunia Allah SWT yang khusus diberikan kepada manusia.

Karena itu slogan nyeleneh: "muda berfoya-foya, tua kaya-raya, mati masuk syurga" tak berlaku dalam konteks ini. Khusnul khotimah merupakan hadiah bagi manusia atas upayanya yang sungguh-sungguh menjalankan tugas hidup (beribadah dengan benar dan mengimplementasikan amar ma'ruf nahi munkar) di dunia ini. Seperti mahasiswa yang belajar mati-matian kemudian lulus dengan predikat summa cum laude.

Adat manusia biasanya selalu berfikir bagaimana mendapatkan sesuatu itu terlebih dahulu, ketimbang memikirkan dengan cara apa saja sesuatu itu dapat diraih. Dalam kasus khusnul khatimah, kita tak bisa langsung bermimpi ingin mendapatkannya.

Khusnul khatimah bisa diraih dengan merintisnya jauh-jauh hari sebelum kedatangan sang maut. Kata-kata mati (plus persiapannya), harus dihadirkan dalam hati kita setiap hari.

Sabda Rasulullah, yang menyatakan bahwa dengan banyak-banyak mengingat maut menjadikan seseorang menjadi makhluk yang produktif, cermat dan selektif, adalah benar adanya. Setiap pekerjaan yang dilakukan dianggap sebagai pekerjaan terakhirnya. Hal ini karena sang maut bisa datang kapan saja.

Sebaliknya, jika Allah SWT belum menakdirkan, memberi izin, maka sang maut pun takkan dating mengambil nyawa seseorang. Seperti orang yang berkeinginan bunuh diri di rel kereta api. Sesaat kereta api melintas, ternyata tubuhnya masih utuh. Karena ia berada di lintasan dengan tiga jalur rel, dan ia tak berdiri di jalur yang dilewati kereta api itu.

Dengan selalu mengingat mati, maka kematian menjadi semacam bahan bakar agar manusia mampu hidup produktif dan bermanfaat. Agar manusia memiliki manfaat hidup hendaknya mengingat 4 rumus "selalu". Pertama, selalu bermunajat kepada Allah SWT. Kedua, selalu mengevaluasi dan mengintrospeksi diri sendiri.

Ketiga, selalu bertafakkur, mengasah diri dan ilmu. Keempat, selalu memenuhi hak hidup, seperti makan, minum, tidur dengan teratur. Jadi, sebelum manusia mendekati sakaratul maut, Rasulullah SAW sudah memberi solusi kepada manusia. Jika ajal telah tiba, tidak perlu takut menghadapinya.

Jadikanlah tidur kita sebagai tidur yang terakhir, shalat yang terakhir, makan sebagai makan yang terakhir, berzakat, infak dan sedekah sebagai zakat, infak dan sedekah yang terakhir. Bayangkan bahwa hari esok, kita tak lagi berada di dunia. Wallahua’lam

0 komentar:

Posting Komentar