Selasa, 12 Februari 2013

Kematian dan Alam Kubur

Mengingat mati atau dzikrul maut adalah upaya untuk membuat hidup lebih produktif.

Dengan mengingat mati maka kita akan menyadari bahwa kita tidak akan hidup di dunia selamanya.

Keyakinan bahwa kita hanya memiliki waktu yang sangat terbatas inilah yang membuat kita berusaha memanfaatkan waktu untuk berbuat hal yang baik sebanyak mungkin yang akan menjadi catatan amal shaleh di sisi Allah.

Sedangkan mereka yang berorientasi hanya untuk kesenangan dalam kehidupan di dunia, maka mengingat mati akan menyebabkan ia lemah semangat, karena mati baginya adalah terputusnya segala kenikmatan akan hasil usahanya selama ini, tanpa ia mau berbagi peduli.

Meski telah meninggalkan jasad, namun ruh masih dapat merasakan kepedihan atau kebahagiaan. Menurut Al Ghazali, hakikat dari kematian itu adalah jasad tidak lagi efektif terhadap keberadaan ruh.

Semua anggota badan (telinga, hidung, tangan, mata dan hati/kalbu) sesungguhnya merupakan alat-alat yang digunakan ruh untuk melihat, mendengar, atau merasakan sesuatu.

Sedangkan perasaan gembira, senang, bahagia, duka dan nestapa adalah bagian yang terkait dengan ruh itu sendiri. Kematian sama dengan hilangnya segala kemampuan yang timbul sebagai sebab akibat keterkaitan ruh dengan anggota-anggota tubuh.

Hilangnya kemampuan anggota tubuh itu seiring dengan matinya jasad, hingga tiba saatnya nanti ruh dikembalikan (difungsikan) kepada jasadnya. Seringkali kita mendengar bahwa ruh akan dipersatukan kembali dengan jasad (manusia dibangkitkan kembali) hingga datangnya hari kiamat kelak bukan?

Logikanya, menurut Al Ghazali dapat dipersamakan dengan hilangnya fungsi salah satu anggota badan disebabkan karena telah rusak atau hancurnya anggota badan itu. Urat-urat yang berada dalam anggota tubuh itu tidak dapat dialiri lagi oleh ruh.

Jadi ruh yang memiliki daya pengetahuan, berfikir dan merasa itu tetap ada dan memfungsikan sebagian anggota tubuh lain namun tak mampu memfungsikan sebagian yang lain. Jadi kematian tak berarti musnahnya ruh atau hilangnya daya cerna ruh.

Bukti tentang ini dapat direnungi pada kematian para syuhada dalam surat Ali Imran ayat 169: “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki”. Kematian dapat pula berarti kekalnya kebahagiaan atau kesengsaraan.

Rasulullah SAW bersabda: "Kuburan itu dapat menjadi salah satu jurang neraka atau syurga" (HR Tarmidzi). Penjelasannya dilanjutkan kembali oleh Rasulullah dalam sabdanya yang lain: "Jika salah seorang dari kalian mati, pagi dan petang akan diperlihatkan kedudukannya (kelak). Jika ia termasuk penghuni syurga maka tempat duduknya di tempatkan di surga, dan jika ia termasuk penghuni neraka maka tempatnya di neraka. Dan kepada mereka dikatakan, "Inilah tempat kalian hingga tiba saatnya dibangkitkan untuk menemui Dia pada hari kebangkitan." (HR Bukhari).

Tentang kondisi alam kubur digambarkan oleh Al-Ghazali mengutip beberapa ulama salaf (seperti 'Ubaid bin 'Umair Al-Laitsi, Muhammad bin Shabih, Yazid Al-Ruqasyi, dan Ka'b (Al-Ahbar) lebih mencekam lagi. Bahwa ruh orang yang telah berada dalam alam lain itu dapat mendengar perkataan ruh lain, bahkan orang yang masih hidup.

Hal itu pernah dibuktikan oleh Rasulullah SAW saat beliau bertanya tentang janji Allah, kepada jawara-jawara Quraisy yang tewas terbunuh dalam perang Badar. Usai bertanya tersebut, Beliau ditanya oleh para sahabat: "Wahai Rasulullah! Apakah engkau berseru kepada mereka, sedangkan mereka sudah mati?". Beliau menjawab: "Demi Allah yang jiwaku berada ditanganNya, mereka mendengar kata-kataku lebih jelas daripada kalian. Hanya saja mereka tak mampu menjawab."

Dari Muhammad bin Shabih pernah diriwayatkan pula, jenazah yang telah diletakkan di liang lahat/kubur akan disapa oleh sesama ahli kubur tetangganya seraya melemparkan beberapa pertanyaan berikut: "Wahai orang yang telah meninggalkan sanak saudara dan handai taulan, tidak pernahkah engkau belajar dari kami? Pernahkah terlintas engkau akan seperti kami? Tidakkah engkau melihat bahwa kami tak bisa lagi beramal sedangkan engkau pernah memiliki kesempatan? dan sebagainya". Wallahua'lam

0 komentar:

Posting Komentar