Seorang ibu yang bekerja di sebuah perusahaan di kawasan segitiga emas, mengeluhkan ketidaknyamanan hubungan rumah tangganya. Sang ibu lalu menceritakan panjang lebar tentang kondisi rumah tangganya.
Ia menceritakan bahwa dirinya dan suami sedang punya komunikasi yang jelek alias buruk. Semoga ini jadi pembelajaran buat kita yang sudah berumah tangga, untuk diambil menjadi hikmah. "Saya dan suami hanya sibuk dengan urusan kantor, walaupun dirinya juga sibuk di kantor," ceritanya kepada saya via surat elektronik.
Bila keduanya pulang ke rumah, pastinya sudah sama-sama lelah. Sang suami bisa menghabiskan waktunya berjam-jam di depan laptop, blackberry, iPhone, televisi, dan lainnya. Setelah mengantuk, lalu masuk kamar tidur dan tertidur pulas hingga pagi.
Walaupun masih ada sedikit “basa-basi”, namun kemesraan yang dulu semerbak bunga yang indah, harum mewangi, kini terasa hilang tanpa bekas. Ekspresi cinta yang sering diberikan suaminya serta komunikasi yang sering ia lontarkan, sangat berkualitas. Kata, ”Sayang…I love you” kini sudah tidak terdengar lagi dikuping sang istri.
Padahal katanya, perjalanan rumah tangga yang dilaluinya sudah masuk 25 tahun dengan 6 anak yang cantik dan gagah seperti sang ayah dan ibunya. Saya sudah melakukan semua yang terbaik untuk keharmonisan rumah tangga, namun respon yang diberikan sang suami tidak seperti di awal-awal pernikahan, penuh kehangatan, penuh kasih sayang.
Sang istri pun merasakan hidup berdua terasa begitu indah. Namun saat ini, dirinya tiap hari seakan merasakan hal yang kurang sreg, berbeda saat dahulu berumahtangga, bahkan semakin sebel saja.
Sahabat, mungkin ini adalah salah satu fragmen kehidupan harmonis, cinta, kehangatan, kasih sayang yang dijalani pasangan suami istri dalam mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga. Ada kalanya kehidupan rumah tangga dengan pasangan terasa membosankan, tapi di lain hari kehidupan itu sungguh sangat membahagiakan. Lalu, apakah ada yang salah, jalan yang telah dilaluinya?
Interaksi pasangan suami istri (Pasutri) dalam sebuah keluarga pastinya selalu berubah-ubah. Sama seperti juga hati kita. Pernikahan adalah menyatukan dua pikiran dan perasaan? Perubahan sikap dan perilaku, naik-turunnya emosi, memperlakukan dengan baik atau buruk pasangan satu dengan yang lainnya, akan terjadi di sepanjang hidup perjalanan pernikahan. Setahun, lima tahun, sepuluh tahun bahkan puluhan tahun.
Dalam kondisi seperti ini, kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual harus kita aktifkan, sehingga ekspresi cinta dan kualitas komunikasi pasutri bisa terwujud secara terus menerus dan terasa indah. Namun bila tidak, justru ‘ego’ kita yang akan mendominasinya.
Kita diberikan telinga oleh Allah SWT, namun terkadang tidak dipergunakan untuk mendengarkan dan inginnya hanya perkataan saja yang harus didengar. Kita juga diberikan mata tapi tidak digunakan untuk mengamati suatu perubahan dan diberikan hati tapi tidak digunakan untuk memahami suatu kondisi dan keadaan.
Akibatnya suami tidak memahami “pesan” yang disampaikan istri, begitu juga sebaliknya. Sebelum terlambat, pastikan ‘ego’ kita masing-masing (suami istri) jangan dikedepankan, namun kerendahan hati, baik secara emosi maupun rohani lebih baik dikedepankan
Agar perjalanan biduk rumah tangga kita terus berjalan dengan baik, sebagaimana perjalanan sebuah bahtera di lautan luas yang punya tujuan jelas dan dengan nahkoda yang juga punya tanggung jawab terhadap penumpang yang dibawanya. Wallahua’lam
0 komentar:
Posting Komentar