Ada saatnya senang dan juga susah, hal itu wajar. Bahkan ada kaya, ada miskin, itu juga masih wajar. Justru tidak wajar bila ada jurang kesenjangan antara si kaya dan si miskin yang terlalu lebar. Juga tidak wajar apabila mereka yang berlimpah harta itu tidak mau berbagi dengan mereka yang sedang dalam kesusahan.
Untuk itulah Allah SWT mensyariatkan zakat sebagai jembatan bagi mereka yang kaya (aghniya) dengan kurang mampu (dhuafa). Bagi mereka yang kurang mampu (dhuafa) manfaat yang didapat terasa begitu nyata. Minimal, kesulitan yang dihadapinya akan sedikit berkurang.
Sedangkan untuk para muzaki (pemberi zakat), yang selalu menunaikan zakatnya secara konsisten, jika para mustahik ini memperoleh manfaat secara langsung dan nyata, maka mereka akan merasakan kedamaian dan kelegaan hati, walaupun hal itu tidak nampak secara kasat mata.
Karena, hanya hati yang bersih yang dapat merasakannya dengan sempurna. Karena fungsi dari zakat adalah membersihkan harta dan mensucikan jiwa. “Ambillah zakat itu dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS At Taubah: 103)
Namun, benarkah harta yang telah dizakatkan sama dengan harta yang tidak dizakatkan? Disinilah hati melakukan penilaian, karena zakat itu adalah masalah hati. Bagi para muzaki, dengan memiliki harta yang bersih setelah dizakatkan, maka hati akan merasa nyaman, puas, lega, dan jiwa akan merasa tenang.
Harta yang bersih akan menjadi berkah, tidak peduli sedikit atau banyak jumlahnya. Bagaimanakah harta yang berkah itu? Harta yang berkah itu adalah harta yang dirasakan cukup walaupun sedikit, dirasakan aman bila ditinggalkan, dan bila dibutuhkan dia ada dekat kita.
Karena itulah mereka yang hidupnya selalu menunaikan zakat akan selalu diliputi keberkahan, tidak akan pernah gelisah karena kekurangan harta, dan tidak pernah khawatir bila hartanya hilang dalam sekejap, karena dicuri, dirampok atau tertimpa musibah.
Inilah model hidup para muzaki yang ikhlas, dia akan selalu bersyukur, merasa tenang hatinya karena telah menunaikan zakat. Dengan keyakinan, memberi kebahagiaan pada saudara yang membutuhkan dan manfaat yang diperoleh akan jauh lebih besar dibanding 2,5 persen harta yang harus dikeluarkan.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, apabila ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalat, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”. (QS Al Ma’arij: 19-25). Wallahua'lam
0 komentar:
Posting Komentar