Sabtu, 13 April 2013

Tujuh Belas Tahun Pernikahan Kami

Hari ini, tanggal 14 April punya makna istimewa bagi saya dan istri. Tujuh belas (17) tahun lalu, tepatnya 14 April 1996 saya menikah dengan seorang akhwat bidadari asal Gombong, Kebumen, Jawa Tengah bernama Tarwiyah (Awi).

Kebetulan saya dan istri sama-sama kuliah di Budi Luhur (sekarang Universitas Budi Luhur) di daerah Petukangan Utara, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

Saya ambil jurusan Manajemen Informatika (S-1), istriku juga Manajemen Informatika (D-3). Walaupun satu kampus, nama kami tidak saling mengenal satu sama lain dengan dekat. Teman pengajian saya yang memperkenalkan lewat foto dan biodata, lalu proses berjalan demikian cepat kurang lebih dua puluh satu hari.

Tepatnya hari Minggu 24 Maret 1996, saya ta’aruf langsung dengan keluarga besar istri di daerah Radio Dalam, dan khitbah atau melamar hari Kamis malam, 28 Maret 1996 dan langsung menentukan tanggal 14 April 1996 adalah hari pernikahan kami berdua.

Pernikahan kami cukup sederhana, pakaian kami juga sederhana. Saya masih ingat suguhan pernikahan kami yang disuguhkan sendiri: nasi, daging, sate, lontong dan sayur opor, pisang. Tempat pengantin pria dan wanita dipisah dengan kain setinggi kepala orang dewasa. Kawan pengajian, kawan kampus, sahabat, saudara dari pihak bapak dan ibu saya juga para binaan yang saat itu berjumlah 45 orang berdatangan, untuk memberikan selamat.

Saya sendiri saat itu menangis kecil di pelaminan, karena tidak menyangka semua berjalan mendadak dan begitu cepat, ada rasa gembira dan bahagia. Itu semua karena Allah SWT telah memberikan kesempatan terbaik untuk berumahtangga. Harapan kami berdua saat itu dapat membangun sebuah pondasi dakwah yang kokoh dan kuat.

17 tahun sudah pernikahan kami berjalan

Sekarang saya dan keluarga berdomisili di Jatiasih, Kota Bekasi, anak kami 3 orang. Yang terbesar Faris Kasyfi Aziz (2 SMA), kedua Muhammad Ammar Azmi (2 Madrasah Tsanawiyah/SMP), ketiga Alifah Hurun Ain (4 Madrasah Ibtidaiyah/SD. Anak-anakku, sebagaimana anak-anak yang lain, punya kelebihan sekaligus kekurangan.

Terkadang rumah kami dipenuhi canda, teriakan, gelak tawa. Semua berbaur jadi satu. Sebagai orangtua, kami masih terus banyak belajar dari kekurangan yang ada pada diri kami berdua selaku orangtua. Kami juga memberikan gambaran kepada anak-anak, bahwa mereka punya tugas bukan hanya sebagai anggota keluarga, masyarakat saja, tetapi juga sebagai bagian dari kaum muslimin dan dakwah.

Alhamdulillah, sekalipun mereka terkadang suka memusingkan kepala dengan tingkah polah sebagai anak yang tumbuh dengan cepat, namun terkadang mereka juga sering mengerti ketika saya dan istri ada tugas dan harus keluar rumah bahkan di hari libur.

“Abi dan umi mau berjihad ya? Mau cari rizki yang banyak biar dapat pahala banyak?” Ya, mencari rizki dari berdakwah. Karena rizki itu bisa berarti uang, hidayah, senyuman, kesehatan, rasa aman dan lainnya.

Kepada anak yang paling besar dan kedua, kami juga tanamkan sebuah pendidikan yang paling berharga adalah pendidikan yang dapat membawa kehidupan yang berkah di dunia dan akhirat. Rumah di dunia, dan juga di akhirat. Allah SWT Maha Kaya, membukakan pintu rezeki kepada hambanya yang mau berusaha dengan keras.

Berapa banyak sudah saudara kami, ikhwan dan akhwat yang berjuang di jalan dakwah di Nusantara ini tanpa pamrih, karena Allah SWT pasti akan mencukupkan rezeki mereka, bahkan berlimpah, dari arah yang tak disangka.

17 tahun sudah pernikahan kami berjalan

Banyak penyesuaian disana-sini, bahkan sampai sekarang antara saya dan istri juga kepada anak-anak. Karena rumah tangga memang harus selalu bergerak dinamis. Alhamdulillah di dalam rumahtangga kami, punya Allah SWT yang selalu menjaga agar tetap berjalan sesuai perintahnya.

17 tahun, ibarat usia yang baru mekar mencari jatidiri dengan landasan yang kuat. Semoga Allah SWT meridhoi rumah tangga kami. Banyak hikmah baru yang dapat kami petik ketika usia manusia sudah merambat makin naik menuju titik akhir.

Walaupun tidak ada rumah tangga yang tidak ada badai yang menerpa. Sesekali badai itu lewat menerpa rumah tangga kami. Hanya sebatas riak kecil yang tidak pernah menjadi besar. Jika tidak saya yang mengalah pasti istri yang akan mengalah untuk kebaikan mahligai rumah tangga.

Benarlah hadits Rasulullah Saw, “Pilihlah seseorang karena agamanya”. Setiap kali ada riak kecil dalam rumah tangga, saya dan istri punya perselisihan, kami punya cara masing-masing untuk menentramkan hati. Satu yang selalu dilakukan adalah dengan tilawan Alquran untuk menjaga agar hati tetap tenang.

Alhamdulillah selama ini, riak kecil itu tidak pernah mendapatkan tempatnya untuk menjadi besar. Ternyata, menikah tanpa dasar agama adalah bencana. Terkadang saya berkaca dan membaca dari pernikahan beberapa aktifis dakwah yang selalu saja ada kebaikan di dalamnya.

Mustahil memang, 17 tahun pernikahan kami semua baik-baik saja. Tetapi jika semua dibingkai dengan agama, hati dan Alquran masing-masing pihak tak melanggar jalur yang seharusnya, begitu juga masing-masing tahu hak dan kewajibannya.

17 tahun pernikahan…ternyata, saya dan istri masih harus terus belajar untuk saling memahami, saling mencintai dengan ketulusan hati dank arena Allah SWT bukan karena harta atau lainnya.

For my Wife, you are so special.

Di belakang tulisan, buku, dan aktifitasku, ada dirimu yang selalu mendukung setiap langkahku, langkah dakwah dan langkah besar dalam menggapai ridha-Mu.

Istriku, cahayamu menerangi perjalananku menuju pada-Nya. Kesabaran dan keikhlasanmu mengelola rumah tangga membuatku merasa khidmat untuk beribadah. Karena itu, istriku, jadilah engkau suci untuk menjadi “Jalan Cahaya” bagi keluarga.

Wahai istriku, di saat engkau menjadi “Jalan Cahaya”, mengapa mesti menggantinya dengan yang lain? Bukankah sejatinya, aku mencintaimu karena cintaku pada-Nya yang memuliakanmu.

"Ya Allah, kabulkanlah permohonan dan doa-doa yang kami berdua minta untuk keluarga dan anak-anak, agar menjadi pendukung dalam dakwah-Mu hingga hari akhir". Amin ya Rabbal Alamin.


Cecep Y Pramana (Cepy)
Tarwiyah (Awi)
Faris Kasyfi Aziz (Faris)
Muhammad Ammar Azmi (Ammar)
Alifah Hurun Ain (Alifah)

Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat
Minggu, 14 April 2013

0 komentar:

Posting Komentar