Jumat, 04 Januari 2013

Membangun Baiti Jannati

Setiap pasangan yang berumah tangga pastinya menginginkan keluarganya kelak menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah atau disingkat Samara. Kehidupan dalam berumah tangga dimulai dari ijab kabul, dan saat itulah segala sesuatu yang haram menjadi halal.

Seorang muslim yang telah menikah seharusnya bisa menyempurnakan agamanya dengan membentuk keluarga sakinah mawaddah warahmah. Karena, keluarga Samara menjadi barang mewah yang langka. Dalam bahasa keseharian kita, sakinah lebih sering diartikan sebagai bahagia atau tentram. Keluarga tentram dan bahagia, dan hal itu sah-sah saja.

Dalam kehidupan pasangan suami istri (Pasutri), Allah SWT telah mengatur hubungan mereka sebagai sahabat sejati dalam segala hal. Allah SWT berfirman, “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang". (QS Ar Rum: 21)

Pernikahan akan menjadikan suami merasa sakinah (tentram dan damai) di sisi istrinya, begitu pula sebaliknya, sang istri akan merasa sakinah berada di sisi suaminya. Lalu Allah SWT tumbuhkan mawaddah warahmah (rasa kasih sayang), sehingga mereka akan saling tertarik dan tidak saling menjauhi. Jadi, persahabatan yang tercipta diantara suami-istri adalah persahabatan yang mampu melahirkan suasana kedamaian dan ketentraman.

Inilah dasar pembentukan keluarga samara. Keluarga samara tidak bisa hanya dilandasi rasa suka dan cinta saja, tetapi perlu kerja keras setiap anggota keluarga untuk mewujudkannya. Keluarga samara terbentuk jika setiap anggota keluarga bisa merasakan rumahnya bagaikan surga (baiti jannati).

Maka, samara menjadi hajat kita semua. Sebab, samara adalah konsep keluarga yang dapat memberikan kenyamanan psikologis, meski terkadang secara fisik tampak jauh di bawah standar nyaman. Kunci dari keluarga samara adalah membangun baiti jannati yang mampu memberikan kenyamanan bagi setiap anggota keluarga.

Dan kenyamanan dalam keluarga hanya dapat dibangun secara bersama-sama oleh seluruh anggota keluarga. Tidak bisa bertepuk sebelah tangan. Ia harus melalui proses panjang, setiap anggota keluarga saling menemukan kekurangan dan kelebihan masing-masing. Mereka saling menerima segala kekurangan dan berusaha memperbaikinya.

Mereka saling memberi dengan segala kelebihannya dan saling melengkapi segala kekurangan. Keluarga menjadi sekolah yang tiada batas waktu. Proses pembelajaran terjadi terus menerus untuk menemukan formula yang lebih tepat bagi semua pihak, baik suami-istri, maupun anak-orangtua.

Rumah menjadi panggung yang menyenangkan untuk sebuah pentas cinta kasih yang diperankan oleh setiap penghuninya. Rumah juga menjadi tempat sentral kembalinya setiap anggota keluarga setelah melalui pengembaraan panjang di tempat mengadu nasibnya masing-masing. Rumah yang mereka rasakan sebagai surga, karena yang ada hanya cinta dan kebaikan yang melingkupi semua kebahagiaan.

Setiap hari selalu jatuh cinta dan terus jatuh cinta. Anak selalu merindukan orangtua, ayah dan bundanya, demikian juga sebaliknya dengan orangtua yang selalu merindukan anaknya. Kebaikan menjadi pakaian sehari-hari keluarga, sehingga dapat terus melaju menempuh badai sebesar apapun. Betapa indahnya kehidupan ketika ia hanya berwajah kebaikan. Betapa bahagianya keluarga ketika ia hanya berwajah kebahagiaan.

Permasalahan keluarga yang banyak kita lihat dan melilit kehidupan masyarakat adalah karena rumah sudah tidak lagi nyaman sebagai tempat kembali. Suami tidak lagi menemukan suasana nyaman di dalam rumah, begitu juga istri tidak lagi menemukan kebahagiaan di dalam rumah. Bahkan, anak-anak lebih mudah menemukan suasana nyaman di luar rumah.

Karena itu, sebelum terlambat, marilah kita bangun keluarga atas landasan ilahiyah. Karena dengan landasan ilahiyah ini, sangat menentukan proses pembentukan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah (Samara). Wallahua’lam


0 komentar:

Posting Komentar