Rabu, 28 November 2012

Pengertian Tawakal

Para sahabat dan tabiin memberikan beberapa pengertian tentang tawakal, diantaranya: Pertama, tawakal adalah amal hati (Imam Ahmad) kedua, tawakal artinya melepaskan diri bersama kehendak Allah (Sahl) ketiga, ridha terhadap Allah SWT sebagai pelindungnya (Yahya bin Mu’adz)  

Selain itu, keempat, melepaskan berbagai sesembahan dan memotong segala sebab, tidak bergantung kepada sebab (Dzun-Nun) dan terakhir, menghempaskan badan dalam ubuidyah dan mengaitkan hati dengan rububiyah dan ketenangan hati terhadap kecukupan yang diberikan kepadanya. Jika diberi ia bersyukur dan jika ditahan ia bersabar (Abu Turab An-Nakhsyaby)

Secara umum mereka semua sepakat bahwa tawakal tidak berarti harus menafikan pelaksanaan sebab. Tawakal tidak benar kecuali disertai pelaksanaan sebab, jika tidak maka itu batil dan merupakan tawakal yang rusak.

Sedangkan menurut Al Ghazali, tawakal itu termasuk masalah iman. Tawakal juga tersusun dariilmu yang merupakan dasar, dan amal yang merupakan buah dan keadaan yang merupakan kehendak atas nama tawakal Tawakal bentukan dari kata al-wakalah.

Jika dikatakan “wakala amrahu ila Fulanin”, artinya menyerahkan urusan kepada Fulan dan bersandar kepadanya. Orang yang diserahi disebut al-wakil, sedangkan yang menyerahkan urusan disebut muttakil alaihi atau mutawakil alaihi.

Sedangkan Ibnul Qoyyim menyebutkan bahwa tawakal tersusun atas beberapa tingkatan:
- Mengetahui Rabb dengan segenap sifat-sifat-Nya
- Kemantapan hati dalam masalah tauhid
- Menyandarkan hati dan bergantung kepada Allah
- Berbaik sangka kepada Allah
- Menyerahkan hati kepada Allah, menghimpun penopang-penopangnya dan menghilangkan penghambat-penghambatnya.
- Pasrah, yang merupakan ruh tawakal, inti dan hakikatnya.
- Ridha merupakan buah tawakal

Tawakal dan Sebab
Al qur’an dalam surat AnNisa:71 dan Al-Anfal:60 memerintahkan orang-orang mukmin untuk mempertimbangkan sebab. Saat ini manusia dikelompokkan kedalam empat golongan berkaitan dengan sebab, yaitu:

1. Golongan yang menyia-nyiakan sebab
Dengan hati dan badannya, golongan ini menyia-nyiakan sebab, karena berasalasan tawakal kepada Allah SWT. Golongan ini tidak banyak menimbulkan problem pada masa sekarang.

2. Golongan yang bersandar kepada sebab dan melupakan pembuat sebab
Segala pandangan mereka tertuju kepada sebab dan penyandaran mereka murni kepada sebab, sehingga seakan-akan sebab itu adalah sesembahan yang harus dipuja selain pemujaan terhadap Allah atau sama sekali melalaikan Allah SWT. Golongan ini merupakan golongan mayoritas saat ini. Mereka menganggap bahwa rezeki yg mereka terima bukanlah dari Allah SWT, namun karena usaha mereka sendiri.

3. Golongan yang mengandalkan sebab untuk melakukan kedurhakaan
Golongan ini lebih buruk dari golongan kedua. Golongan kedua bersandar kepada sebab dalam hal-hal yang mubah. Namun golongan ini mempergunakan sebab untuk melakukan hal-hal yang diharamkan dan mengandalkan sebab yang dihamparkan Allah untuk mendurhakai Allah. Mereka mempergunakan segala nikmat yang Allah berikan kepada mereka seperti harta, ilmu, kekuasaan sebagai sarana untuk menganiaya dan menindas orang lain yang lemah dan tidak tahu.

4. Golongan yang memadukan sebab dan tawakal
Golongan ini tidak mengambil sebab dan tidak melalaikan pencipta sebab. Dengan anggota badannya, ia bersama sebab, dengan hatin dan akal dia bersama Rabb-nya. Inilah orang yang sesungguhnya tawakal. Mereka beraktifitas pada kehidupan dunianya, mencari ilmu, mencari rezeki, namun mereka tetap mengembalikan hasilnya kepada Allah SWT sebagai pemilik segala yg ada di dunia ini.

Buah Tawakal kepada Allah SWT
1. Ketenangan dan ketentraman
2. Kekuatan
3. Keperkasaan
4. Ridha
5. Harapan

Disamping itu untuk dapat melaksanakan tawakal dengan sebenarnya, terdapat beberapa pendorong tawakal, yaitu:
- Mengetahui Allah dengan Asmaul Husnanya
- Percaya kepada Allah SWT
- Mengetahui diri sendiri dan kelemahannya
- Mengetahui keutamaan tawakal dan keadaan orang-orang yang bertawakal serta bergaul dengan mereka


Diringkas oleh: Cecep Y Pramana
Dari buku: “TAWAKAL” karya: Dr Yusuf Al-Qaradhawy
Penerbit: Pustaka Al-Kautsar (1998)



0 komentar:

Posting Komentar