Sabtu, 07 Mei 2011

Melihat Ka’bah di Depan Mata, Thawaf, Sa’i dan Tahalul (catatan 10)

Sabtu malam, 23 April 2011 pukul 23.25 Waktu Arab Saudi, Bus 2 yang saya tumpangi bersama rombongan menginjakkan kaki di Kota Mekkah setelah sebelumnya melakukan perjalanan panjang selama 6 jam dari Madinah untuk melaksanakan ibadah Umrah.

Jantungku semakin berdetak kencang. Hati pun semakin tak karuan untuk segera mungkin dapat melihat Baitullah yang didamba setiap mukmin di seluruh penjuru dunia.

Karena itu, setelah check in di Hotel Rehab Al Rawdah, tempat kami menginap dan menyimpan barang di kamar, saya bersama rombongan segera menuju Masjidil Haram yang berjarak sekitar 500 meteran dari hotel. Waktu telah menunjukkan pukul 00.45 dinihari, namun sudah terlihat begitu banyak orang menuju masjid yang agung dan megah itu. Ada yang sendiri, sekeluarga, serombongan kecil, bahkan ada yang dalam jumlah yang sangat banyak.

Sambil terus mengucapkan talbiyah, saya bersama rombongan Umrah terus bergerak menuju Masjidil Haram. Saya melihat mereka yang datang ke Masjidil Haram terlihat sangat antusias. Begitu juga dengan rombongan. Sering kali mereka menanyakan tentang apa dan mengapa mengenai umrah, Masjidil Haram dan juga tentu bersama ka’bahnya kepada saya. Walaupun ini merupakan Umroh pertama saya, namun saya mencoba menjawab apa yang saya ketahui.

Semakin dekat semakin takjub melihat keajaiban Masjidil Haram ini, selain nilai sejarah dan ibadahnya, juga nilai seni bangunannya. Saya bersama rombongan memasuki masjid melalui pintu King Fahd. Tak lupa saya bersama rombongan membaca doa masuk masjid. Setelah melihat-lihat sambil mengingat pintu masuk, kami langsung menuju Ka’bah.

Subhanallah, Masya Allah, Allahu Akbar…diriku bersama rombongan tercengang dan terkagum beberapa saat melihat Ka’bah persis di depan mata. Berdiri kokoh bersama Hajar Aswad sejak ribuan tahun lalu. Selalu dirindukan, didatangi, dan dikelilingi oleh orang-orang dari seluruh penjuru dunia mengharap ampunan dan keridhoanNya.

Tujuan dan impian kaum muslimin karena banyak kebaikan dan pahala yang bisa diraih disini sebagaimana yang datang dari lisan nabi yang mulia, Muhammad SAW. Serasa tidak percaya, apakah saya benar-benar berada dan melihat secara langsung Ka’bah, arah kiblat seluruh kaum muslimin.

Karena, selama ini saya hanya bisa melihat dari TV, poster, lukisan, gambar atau hanya tahu dari cerita orang-orang yang pernah datang ke Mekkah untuk menunaikan Haji dan Umroh. Dan ternyata memang nyatanya saya berada tanah suci ini, di depan Ka’bah. Selagi melihat keagungan Ka’bah dengan membaca doa, tak terasa airmata menetes menyukuri nikmat yang diberikan kepadaku dan rombongan.

“Labaik allahumma labaik, labaik laa syarikalak, innal hamda, wani’mata laka wal mulk, la syarikalak”. Semoga Allah SWT memperkenankan aku kembali melihat dan beribadah di depan Ka’bah.

Selanjutnya kami berbegas menuju ka’bah, dipandu oleh ustadz Zubair Suryadi dan ustadz Asep dari travel GSM. Kami berdoa saat melihat keagungan ka'bah secara bersama. Ada getaran berbeda yang saya dan rombongan alami saat melakukan tawaf (berjalan mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 putaran).

Setiap putaran yang kami jalani memberikan rasa yang berbeda, mengisyaratkan betapa besarnya kekuassaan Allah SWT. Saat kami merasa sangat kecil dan tak memiliki daya apapun. Yang saya ingat hanya keagungan Sang Pencipta sembari mengucapka kalimat talbia dan doa-doa lainnya.

Tujuh putaran telah kami lalui, banyak diantara jamaah yang mencoba mendekati Hajar Aswad guna menciumnya. Hajar Aswad adalah batu hitam ka’bah yang merupakan batu dari surga. Beruntung, keesokan harinya saya bersama seorang kawan dapat mencium Hajar Aswad walaupun dengan penuh perjuangan untuk mencapainya.

Bahkan kami berdua sempat terpental kembali keluar putaran. Dengan niat yang kuat, bismillah kami berdua pun memulai lagi untuk dapat mencium Hajar Aswad. Akhirnya setelah beberapa saat, kami kami berdua dapat mencium hajar aswad dilanjutkan dengan berdoa di multazam hingga beberapa menit kemudian.

Satu alasan mengapa para jamaah yang umrah maupun naik haji ingin menciumnya adalah karena Nabi Muhammad pernah menciumnya. Batu tersebut tidak memiliki kekutan apapun, bukanlah sebuah symbol, dan juga tidak disembah oleh umat Islam.

Selanjutnya saya bersama rombongan melakukan ibadah selanjutnya yakni sa’i, salah satu rukun haji dan juga umrah, yakni berjalan kaki dan berlari-lari kecil secara bolak balik sebanyak 7 kali dari bukit shafa ke bukit marwah. Kedua puncak bukit tersebut berjarak sekitar 700 meter. Saat melintasi bathnul waadi, kawasan yang di tandai dengan lampu neon berwarna hijau, para jamaah pria di sunnahkan berlari-lari kecil sedangkan jamaah wanita berjalan cepat.

Setelah saya bersama rombongan selesai melakukan sa’i, kami melakukan ibadah penutup yakni tahalul, yang memiliki makna ‘menjadi boleh’ atau ‘diperbolehkan’. Jadi, tahalul adalah di perrbolehkan atau dibebaskannya seseorang dari larangan ihram. Pembebasan tersebut di tandai dengan mencukur habis rambut atau memotong sedikitnya 3 helai rambut. Kami pun mencukur rambut hingga habis tak bersisa alias gundul


Thawaf, berjalan mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 putaran


Sa'i dari bukit shafa ke bukit marwah sebanyak 7 kali


Foto dulu saat sa'i


Foto bersama setelah selesai melakukan ibadah umrah


Selesai umrah dengan mencukur habis rambut


Mengabadikan Ka'bah dari lantai paling atas, jelang datang waktu Subuh. Subhanallah


0 komentar:

Posting Komentar