Sumayyah, seorang shahabiyah didera dengan siksa yang keras oleh orang quraisy. Semakin keras siksa yang diterimanya, semakin kokoh pula pertahanannya untuk tetap istiqomah berada di jalan Allah dan RasulNya.
Asma binti Abu Bakar. Seorang shahabiyah yang berperan besar dalam hijrahnya Rasulullah SAW. Asma pulalah yang memasok makanan kepada Rasulullah SAW. Ia harus berangkat malam dan kembali sebelum orang-orang quraisy bangun, meskipun ia sedang hamil tua. Sungguh, suatu tugas yang tidak mudah, penuh rintangan, tantangan sekaligus penuh dengan bahaya yang mengancam keselamatan jiwanya, namun dapat dilakukannya dengan baik.
Siapa yang tidak kenal dengan sahabat yang satu ini. Namanya Mus'ab bin Umair. Mus’ab bin Umair adalah salah seorang sahabat yang memeluk Islam pada masa awal keislaman. Beliau lahir dan dibesarkan dalam kemewahan dan kesenangan.
Saat menginjak remaja, beliau menjadi perbincangan dikalangan gadis-gadis Mekah, karena wajahnya yang tampan ditambah dengan kekayaannya, otak yang cerdas serta akhlaknya yang terpuji. Mus’ab bin Umair, ia seorang pemuda idaman saat itu dan bila ia lewat, dari jauh sudah tercium bau parfumnya.
Ia rela meninggalkan segala fasilitas yang penuh kenikmatan dari orang tuannya hanya untuk memeluk agama Islam, walaupun ibu yang sangat ia cintai dan hormatinya mogok makan karena ia memeluk Islam.
Apa yang menyebabkan mereka mempunyai kekokohan dan keteguhan seperti itu? Faktor apa yang mereka punyai? Jika dilihat benang merahnya adalah karena mereka dapat merasakan betapa manisnya iman yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Apapun yang terjadi, rintangan seberat apapun yang ada ditambah siksaan macam apapun, hal itu tidak akan dapat menggoyahkan pendiriannya. Bahkan sering kita mendengar bahwa iman itu sebagai nikmat yang paling besar atau hidayah yang paling tinggi, paling berharga yang diberikan Allah pada kita (QS Ali Imran: 164).
Sebagai perumpamaan dapat kita lihat bagaimana seorang anak kecil yang berumur 2 tahun menemukan kalung berlian. Mungkin kalung itu akan dimainkan dan dicampurkan dengan tanah atau malah dipisah dari talinya.
Hal ini terjadi karena mereka tidak tahu bahwa kalung berlian itu adalah sesuatu yang berharga. Begitu juga halnya dengan orang-orang yang tidak mengenal secara baik, apa iman itu dan bagaimana harus memperlakukannya.
Apakah perasaan atau kemampuan merasakan iman itu sebagai suatu nikmat monopoli para ulama, sahabat, ustazd, dan sebagainya? Jadi Bagaimanakah cara kita merasakan kenikmatan iman itu.
Rasulullah SAW sendiri telah memberikan resepnya pada kita semua dalam sebuah hadis yang isinya kurang lebih menyebutkan, bahwa barang siapa yang memiliki 3 hal, dia akan merasakan manisnya iman. Tiga hal itu adalah:
Pertama, menjadikan Allah dan RasulNya sebagai yang ia cintai melebihi dari yang lainnya. Kedua, mencintai seseorang hanya karena Allah SWT bukan karena lainnya. Ketiga, dan tidak suka/ingin kembali kepada kekafiran sebagaimana ia tidak suka dicampakkan ke dalam api neraka
Jika ketiga hal tadi dijalani, maka segala beban derita akan terasa ringan dikala mencintai Allah SWT. Hanya ridha Allah yang menjadi tujuannya, seperti yang dialami oleh para sahabat di atas untuk tetap teguh berada di jalan Allah SWT.
Para sahabat juga begitu sangat mencintai Rasulullah SAW. Sebagai contoh, bagaimana sahabat Abu Bakar, yang badannya telah babak belur dan luka-luka setelah dipukul oleh kaum quraisy. Pertanyaan yang muncul dari bibirnya pertama kali setelah sadar adalah, “Bagaimana keadaan Rasulullah?
Abu Bakar sendiri tidak peduli dengan keadaan tubuhnya saat itu yang telah babak belur dipukul kaum quraisy. Yang ia pikirkan hanya Rasulullah, karena Rasulullah berada disampingnya sebelum ia dipukul oleh kaum quraisy.
Begitu besarnya cinta sahabat Abu Bakar kepada Rasulullah SAW. Wujud cinta kita pada Rasulullah SAW yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan menjalankan sunnahnya. Dengan mencintai saudara seiman, maka iman juga akan terasa manis.Sudahkah kita merasakan manisnya iman, terutama saat Ramadhan ini.
Salah satu hadist yang memperlihatkan pentingnya mencintai orang lain adalah, “Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman. Kalian belum beriman sampai kalian saling mencintai...”. Kesimpulan yang dapat diambil adalah manisnya iman dapat dirasakan dengan mencintai Allah dan RasulNya serta membenci apa-apa yang dibenci Allah dan RasulNya. Wallahua’lam
>> follow twitter @CepPangeran
0 komentar:
Posting Komentar