Kamis, 01 Januari 2009

Bagaimana Menemukan Nilai POSITIF dari Kejadian NEGATIF

Suatu malam sepulang kuliah, HP-ku berdering. Ada pesan masuk. Ooww…ternyata dari seorang gadis yang selama ini saya dekati. Saya jadi bersemangat dan segera membaca pesan tersebut.

Alangkah terkejutnya saya ketika mengetahui isi pesan. Ternyata si gadis manis itu tidak ingin kudekati lagi. Dia menolakku. Mood-ku langsung down. Semangat hidup langsung hilang. Ya Tuhan bagaimana ini. Sia-sia sudah segala pengorbananku selama ini.

Dalam kesedihan itu, saya teringat keyakinan baru saya ... bahwa segala sesuatu, segala kejadian yang terjadi dalam hidup kita, hanyalah apa adanya. Tidak ada yang bersifat positif atau pun negatif. Pikiran kita sendirilah yang menciptakan makna positif atau negatif itu.

Dan, jika kita menganggap sesuatu itu bersifat negatif, pada saat yang sama dia memiliki sisi positif. Sebaliknya, jika kita menilai suatu kejadian itu bermakna positif, pada saat yang sama, di sisi lain dia juga memiliki makna negatif. Hukum Polaritas membenarkan hal itu.

Ok, penolakan ini saya anggap sebagai kejadian negatif, tentu dia juga memiliki sisi positif. Apa sisi positif dari kejadian ini?

Saya ingat, beberapa hari belakangan ini saya sedang mempelajari artikel tentang meningkatkan kesadaran sejati. Bagaimana memisahkan kesadaran sejati dari berbagai gambaran pikiran yang sering menggoda.

Kita bukanlah pikiran kita. Pikiran adalah pembantu, bukan tuan dari diri kita. Kesadaran sejatilah yang seharusnya menjadi tuan dari diri kita. Saat Kesadaran Sejati telah terlatih, kita akan melihat segala sesuatu segagai Kenyataan Sejati.

Bila telah melihat Kenyataan Sejati, kita akan mengetahui Kebenaran Sejati. Akhirnya, setelah menyadari Kebenaran Sejati, kita akan memiliki Kebijaksanaan Sejati. Pintu Kebijaksanaan Sejati akan terbuka dan pandangan kita tidak lagi dihalangi oleh berbagai gambaran pikiran, indra dan emosi.

Pada saat itu saya duduk dan mulai mengamati berbagai gambaran pikiran yang muncul. Pikiran ingin menjadikan penolakan itu sebagai sebuah penderitaan yang berkepanjangan. Kemudian muncul lagi pikiran lain yang mengatakan bahwa saya tidak cukup baik. Mengatakan bahwa saya jelek dan tidak pantas.

Akan tetapi, kesadaran saya seperti penonton yang setia terus mengamati berbagai gambaran pikiran itu. Gambaran pikiran datang dengan sangat cepat, perginya pun juga cepat. Sedetik muncul, detik berikutnya hilang.

Kenyataannya… penolakan hanyalah penolakan. Itu saja. Tidak baik dan tidak buruk. Tetapi pikiran menjadikannya sebagai sebuah penderitaan. Sebagai sebuah kejadian buruk.

Pada akhirnya pikiran-pikiran yang tadinya menggoda, tidak nampak lagi. Saya tersenyum puas. Saat itulah untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya mampu memisahkan kesadaran saya dari gambaran pikiran. Saya sangat bahagia dapat melakukan hal itu.

Lalu, sebelum tidur saat melakukan relaksasi, saya bertanya pada sang bijak, mengapa hal ini terjadi dalam hidup saya. Mengapa penolakan itu terjadi? Sang bijak Cuma mengatakan, “Cintai dan terimalah dirimu seutuhnya.”

Aha…saya sadar sekarang. Selama ini saya memang tidak terlalu menyukai diri saya sendiri. Mulut saya memang mengatakan bahwa saya menyukai diri saya. Namun, jauh di lubuk hati, saya tidak terlalu menyukai diri saya sendiri. Saya ingin menjadi orang lain. Saya memandang orang lain lebih baik dari pada diri saya sendiri. Dengan kata lain… saya menolak diri saya, dunia pun menolak saya.

Sejak saat itu saya mulai menerima dan mencintai diri saya seutuhnya. Saya afirmasikan hal itu dalam kondisi relaksasi yang sangat dalam. Saya katakan, “Saya menerima dan mencintai diri saya seutuhnya.” Dan sejak saat itu saya jadi lebih nyaman dengan diri saya sendiri. Saya jadi lebih bahagia.

Tahukah anda bahwa dunia memperlakukan anda sebagaimana anda memperlakukan diri sendiri. Ya, selalu seperti itu.

Tadinya, saya ingin membenci gadis tersebut. Tetapi setelah menemukan makna di balik kejadian itu, saya ingin mengucapkan terima kasih yang tulus. Karena penolakannya, hari itu saya tumbuh menjadi lebih bijak. Dia telah menjadi guru saya.

Seperti telah anda lihat di atas, sebuah kejadian yang awalnya saya anggap negatif ternyata memiliki sisi positif, ketika dengan sadar kita MENCARI-nya. Saya kira benar kata seorang guru bijak, SEMUANYA DIKIRIM DENGAN TUJUAN UNTUK MENJADI PEMBIMBING KEHIDUPAN.

Guru bijak lain berpesan….
SIAPAPUN YANG MENYIKSAMU, MELECEHKAN, MEMBINGUNGKAN, ATAU MEMBUATMU SEDIH ADALAH SEORANG GURU. BUKAN KARENA MEREKA BIJAKSANA, TETAPI KARENA KAU BERUSAHA MENJADI BIJAKSANA.

Sangat mencerahkan, bukan?
Jika kita dapat mengambil makna dari semua kejadian negatif, buruk, menyedihkan, melecehkan, masih-kah kebencian dan dendam akan tinggal di dalam hati kita?

Kenyataannya, dari pengalaman saya sendiri, saya menemukan bahwa ketika kita telah dapat memahami makna di balik suatu kejadian buruk, rasa amarah, dendam, benci, semuanya RUNTUH dengan sendirinya. Kita tidak lagi punya alasan untuk membiarkan segala perasaan negatif itu berdiam di dalam hati. Sebaliknya…hanya kata AJAIB yang akan terucap…Terima kasih.

Semoga bermanfaat.
Hermanus Y Lobo

0 komentar:

Posting Komentar