Kamis, 06 Agustus 2009

Mbah Surip, Biarkan Indonesia Mengenang Mu


Drama kehidupan sosok sederhana tetapi fenomenal Mbah Surip telah berakhir, namun kenangan akan kebersahajaannya tetap akan melekat di hati penggemarnya. Kepolosan dan kesederhanaan yang telah menyihir bangsa ini untuk sesaat melupakaan hiruk pikuk pesta demokrasi yang baru saja usai. Seperti yang dikutip dari kompas.com bahwa kehadiran Mbah Surip layaknya sebuah meteor yang melintasi jagat hiburan ditanah air yang tiba-tiba lenyap ditelan kabut. Ya.. walau sekejap tapi sempat menerangi dan memberi warna tersendiri dalam kahazanah musik Indonesia. Kehidupan sederhana yang Ia lakoni memang telah menginspirasi banyak orang saat ini bahwasanya memang benar puncak dari segala hal di dunia ini adalah kesederhanaan. Saya pernah mendengar ungkapan yang masih saya ingat sampai saat ini bahwa kesederhanaan adalah puncak dari sebuah kesempurnaan. Sekilas ungkapan tersebut terasa berlebihan tetapi pada kenyataannya memang demikianlah adanya.

Dari berbagai media dan teman terdekat yang mengenalnya, Mbah Surip sangat membumi dan menjalani kesehariannya dengan sederhana. Demi menggapai impian yang sesuai dengan hati nuraninya, mungkin setiap hari semenjak meninggalkan kemapanan dan memilih seni sebagi tujuan hidupnya, Mbah Surip rela menggeladang, dengan hanya membawa sebuah gitar kopong, tidur dimana saja, kehidupan yang dijalaninya seolah mengalir bagai air, apa adanya. Hingga menjelang senja usianya barulah benih-benih perjuangan yang dia tabur semasa muda bisa ia petik walaupun dinikmati hanya sesaat. Bahkan setelah ia mulai terkenal baru-baru ini dengan fenomenal, tetap saja sosok sederhananya tidak pernah berubah. Manggung tak pernah membawa asisten, cukup diantar anaknya, naik motor saja sudah cukup, tak pernah membawa peralatan musik canggih seperti kebanyakan musisi kita, cukup hanya menggunakan gitar kopong dan ada segelas kopi Mbah Surip bahagia bisa menghibur. Dia mempunyai cara tersendiri dalam berkesenian dan memaknai hidupnya.

Menurut Dirut Manajemen Kampung Artis, lembaga yang membantu artis-artis yang sedang "naik daun "untuk mengelola bisnisnya, Sujama Trisnadi, ternyata hanya 5 % dari kegiatannya sehari-hari yang betul-betul digunakannya dengan nilai komersil, sisanya digunakan merupakan kegiatannya sendiri, bersama teman-temannya, yang bukan komersial dan sekadar menyenangkan masyarakat.

Hmm...menurut Saya jika begitu sosok seperti Mbah Surip adalah sosok sebagai seorang seniman sejati. Jika benar dalam berkesenian hanya untuk menghibur secara sukarela dan menyenangkan masyarakat tanpa mendahulukan nilai-nilai komersil seperti umumnya artis di negeri ini.

Dan satu lagi dari kisah perjalannya hidupnya, ada sebuah pelajaran yang bisa dipetik yaitu bahwa cita-cita yang tinggi bukan sebuah kemustahilan untuk didapat. Usia tua bukanlah penghambat untuk menggapai cita-cita. Banyak contoh selain Mbah Surip di dunia ini yang sukses di usia tua walaupun secara harfiah kesuksesan yang didapat dirasakannya hanya sekejap namun semua itu tidaklah sia-sia daripada tidak sama sekali karena akhir kehidupan tidaklah ada seorangpun yang dapat mengetahuinya. Akan lebih baik mengisinya setiap saat dengan hal-hal yang bermanfaat dan terus berkarya walaupun hingga usia senja.

Selamat jalan Mbah Surip, Semoga kesederhanaan mu dapat mengilhami jutaan hati rakyat Indonesia yang terbelit kapitalisme. Pergilah dengan tenang sebab amal mu membuat senyum bangsa ini tak akan sia-sia. Raga mu boleh mati tapi semangat dan inspirasi mu takkan pernah mati. Biarkan Indonesia mengenang jargon mu ....I Love U Full…. Ha Ha Ha…..



0 komentar:

Posting Komentar