Rabu, 01 Februari 2012

KELEDAI DAN PETANI TUA

Suatu pagi yang cerah, ada seorang petani tua sedang berjalan bersama keledai tuanya menuju ke kota. Sang petani hendak menjual hasil panennya di kota. Mereka berjalan dengan penuh semangat sambil membayangkan pundi-pundi emas yang akan didapat setibanya di sana.

Tiba-tiba di tengah perjalanan, keledai tua sang petani terperosok ke sebuah sumur tua yang sangat dalam. Sumur itu memang tidak terlihat karena tertutupi oleh papan dan daun-daun kering di atasnya. Keledai tua itu lantas menjerit-jerit, “Tolong, tolong keluarkan aku dari sini, petani!”. Sang petani tua pun merasa sangat khawatir karena sebagian dari masa depannya, hasil panen yang melimpah ruah, turut jatuh bersama dengan keledai tua ke dalam sumur. “Bagaimana aku dapat menyambung hidup jika aku tidak berhasil menjual hasil panenku? Aku harus segera mengangkat keledaiku! Karena hasil panenku terikat di punggungnya”, gumam petani.


Petani pun lantas memutar otak untuk mengangkat keledai tuanya dari dasar sumur. Ia berkeliling di sekitar sumur dan menemukan seutas tali. Lantas, ia pun mengambilnya dan menjulurkan tali tersebut ke dalam sumur. “Keledai, raih dan genggam tali itu! Saya akan menarikmu ke atas!”, teriak petani. Keledai berusaha untuk meraih dan menggenggam tali tersebut dan tentu saja sia-sia! Keledai tidak mempunyai jari-jemari layaknya manusia untuk dapat mengenggam tali tersebut.

Petani kemudian memutar otaknya kembali. “Ah, ya saya tau!”, cetus petani. Ia lantas membuat simpul dari tali tersebut sehingga menyerupai tali laso yang biasa digunakan oleh koboi-koboi di barat. Ia lalu menjulurkan tali tersebut ke dalam sumur, “Keledai! Masukkan lehermu ke dalam simpul tersebut! Aku akan menarikmu!”. Keledai lantas menuruti perintah petani. Namun, belum sampai beberapa detik sang keledai tertarik ke atas, ia serta merta melepaskan kepalanya dari simpul yang dibuat majikannya. Keledai berteriak, “Petani! Kau ingin membunuhku dengan tali itu, ya?”.

Sang petani terperangah. Betapa bodohnya ia! Lantas, ia berusaha berpikir keras lagi. “Bagaimana ini? Aku harus mencari jalan lain menarik keledaiku.”, gumam petani dalam hati. Ia berkeliling lagi di sekitar sumur, berusaha untuk mencari sesuatu yang dapat dipergunakan mengangkat keledainya ke atas. Tiba-tiba, ia terantuk sebilah bambu. “Ah, ya mungkin dengan ini aku bisa mengangkat keledaiku”.

Petani lantas menjulurkan bambu panjang tersebut ke dalam sumur. “Keledaiku! Coba kau jepitkan kedua kaki depanmu ke bambu itu! Nanti aku akan menarikmu ke atas!”, teriak petani. “Baik, petani!”, jawab keledai. Memang karena permukaan bambu itu licin maka keledai selalu terjatuh setiap kali akan ditarik ke atas oleh petani.

Petani belum menyerah, ia kembali mencari-cari akal untuk mengeluarkan keledainya dari sumur tua tersebut. Ia lantas melihat sebuah kayu besar dengan ranting-ranting yang dianggapnya cukup kokoh. Bersusah payah, ia menggeret kayu tersebut dan memasukkanya ke dalam sumur. “Keledaiku! Aku menemukan sebuah kayu. Lompatlah ke ranting-rantingnya untuk menuju ke atas!”, terika petani. Begitu sang keledai melompat ke ranting pertama, terdengar bunyi KRAK. Ya, ranting tersebut patah tentu saja.

Petani menjadi sangat lemas dan putus asa melihat segala usahanya tidak membuahkan hasil. Ia menyerah dan berpikir, “Ah, sudahlah. Memang bukan rezekiku untuk mendapatkan pundi-pundi emas di kota. Sudah tidak ada jalan lain lagi. Daripada aku sakit hati lebih baik aku kuburkan saja sekalian keledaiku itu di sumur tersebut.”

Petani kemudian mulai menggali tanah dan melemparkan gundukan-gundukan tersebut ke dalam sumur. “Selamat tinggal, keledaiku dan hasil panenku!”, begitu pikirnya sambil terus melemparkan gundukan-gundukan tanah ke sumur. Setelah cukup lama, tiba-tiba ada suara seekor keledai menjerit-jerit keluar dari sumur. “Petani! Petani! Aku di sini! Aku berhasil keluar”, teriak keledai itu.

Petani menolehkan kepalanya dan memandang dengan takjub. “Bagaimana bisa?”, tanya petani. “Ketika engkau sedikit demi sedikit memasukkan gundukan tanah ke dalam sumur, aku meloncat ke atasnya. Begitu seterusnya sehingga akhirnya aku berhasil keluar dari sumur ini!”. Petani merasa sangat berbahagia karena ternyata ia masih dapat menyambung hidupnya dengan mendapatkan pundi-pundi emas di kota. Begitu pula dengan keledai, karena ia berhasil terselematkan dari ancaman kematian.

***

Begitulah kisah seorang petani tua yang mempunyai impian tinggi dengan keledai tuanya yang terperosok ke dalam sumur tua dan berusaha keluar dari dalamnya. Jika dianalogikan hal ini mirip dengan keadaan ketika kita berusaha meraih impian-impian kita. Sering kita terjembab ke dalam permasalahan-permasalahan. Sering pula kita berpikir bahwa cara A, B, C, dan D kita anggap sebagai cara terbaik dalam menyelesaikan masalah kita. Tapi, ternyata justru cara A, B, C, dan D tersebut tidak memberikan penyelesaian sama sekali. Sering pula kita berpikir bahwa cara E itu tidak baik, cara E adalah hal yang buruk untuk dilakukan dan tidak mungkin menyelesaikan suatu masalah. Tapi, ternyata cara E justru merupakan solusi dari sebuah permasalahan. tidak semua solusi terasa manis dan mudah untuk dilakukan. Terkadang, solusi dari permasalahan adalah hal yang pahit untuk dikerjakan namun berbuah manis. Seorang yang ingin berprestasi tidaklah melulu mengerjakan hal-hal yang mudah dan manis. Pengorbanan dan kepahitan adalah hal yang niscaya dalam mengejar prestasi. Yakinlah, buahnya pun pasti akan manis.

0 komentar:

Posting Komentar