Rasululah SAW bersabda, “Wanita itu dinikahi karena empat faktor, karena hartanya, karena kecantikannya, karena keturunannya dan karena agamanya. Beruntunglah orang yang memilih karena agama...”. (HR Bukhari Muslim)
Membangun rumah tangga yang harmonis sangat dibutuhkan niat yang tulus ikhlas ketika awal menikah. Jika seseorang menikah karena dilatarbelakangi harta, dan ternyata ketika menikah hartanya berkurang seperti usaha bangkut, suami di PHK, harta habis terbakar, ditipu orang dan sebagainya, maka hal ini akan menimbulkan kegoncangan dalam rumah tangganya.
Begitu pula jika disebabkan kehormatan keluarga besar sang pasangan, namun suatu hari nanti ternyata keluarga besar yang dibanggakan malah membuat aib, maka ini juga akan menuai aib pula pada rumah tangga yang sedang dibangun.
Demikian pula jika hanya karena terlena dengan kecantikan dan ketampanan seseorang tetapi ternyata ketika berumah tangga pasangan yang dibanggakan memiliki sifat kasar, suka memukul, suka mengumpat dan sebagainya, ini juga akan menodai keharnomisan rumah tangga yang sedang dibina.
Apabila seseorang menikah karena agama yaitu karena melihat orang tersebut memiliki kemampuan agama dan karakter keagamaan yang kuat serta kepribadian yang bagus, ini akan banyak membantu mengurangi goncangan yang terjadi dalam rumah tangga.
Ketika usaha bangkut, akan ada motivasi dari pasangan untuk bangun, ketika keluarga besar akan berusaha membersihkan noda keluarga yang sudah tercemar, ketika kecantikan dan ketampanan mulai memudar akan ditambahi kecantikan batin yang tiada tara.
Bagaimana Rasulullah SAW, merasa memiliki keluarga yang bahagia ketika berumah tangga dengan Khadijah yang merupakan wanita janda tetapi memiliki hati suci bagaimana emas, yang rela berjuang dan berkorban mati-matian demi suami tercinta.
Jadikan Suami Pemimpin Rumah Tangga
Dalam surat An Nisa ayat 34 Allah SWT menyebutkan: “Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita sebagaimana Allah SWT melebihkan sesuatu dari yang lain dan atas harta yang mereka nafkahkan. Ketika seseorang menjalani kehidupan rumah tangga, lelaki tetap sebagai pemimpin bagi istri dan anak-anaknya”.
Walaupun sang suami memiliki penghasilan yang sedikit bukan berarti istri yang berpenghasilan lebih banyak mengusai rumah tangga. Walau suami sakit parah, sehingga tidak bisa bekerja, ia tetap sebagai pemimpin yang bukan hanya bertugas menafkahi tetapi memberi perlindungan dan pengayoman kepada anak istrinya.
Mengatur Rumah Tangga Sebaik Mungkin
Allah SWT berfirman dalam Al Quran surat An Nisa ayat 34: “Wanita shalehah adalah wanita yang patuh, menjaga diri walau suaminya berada jauh darinya sebagaimana Allah menjaganya”. Sedangkan dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, “Wanita adalah pemimpin dan bertanggung jawab di rumah suaminya”.
Ketika seorang wanita menjadi istri, otomatis dia sebagai pendamping suami. Suami dan anak-anak serta tamu akan merasa nyaman tinggal di rumah yang ditata rapi dan bersih. Suami dan anak-anak pun akan senang dan bangga melihat istri dan ibunya berpenampilan menarik dan rapi bersih. Keuangan rumah tangga biasanya diatur sang istri. Suami yang mencari nafkah dan istrilah yang mengatur bagaimana untuk kebutuhan rumah tangga terpenuhi.
Ketika ada wanita yang begitu senang belanja (shoping) sehingga keuangan yang ada kebanyakan digunakan untuk keperluannya, ini akan menimbulkan perselisihan dalam rumah tangga. Suami dan anak-anak akan merasa kebutuhan mereka kurang terpenuhi sehingga menimbulkan kemarahan dan mungkin pertengkaran. Maka sebagai istri, dia harus pandai-pandai mengatur keuangan sehingga kebutuhan keluarga terpenuhi, jika pun berlebih baru untuk keperluannya.
Selain itu, seorang istri harus menjaga diri dengan baik, dari segi penampilan dan pergaulan. Wanita yang keluar rumah seyogyanya menggunakan pakaian yang baik, busana muslimah atau menjaga pergaulan khususnya dengan lawan jenis. Ketika hendak berpergian harus atas izin suami. Jangan sampai berdua-duaan dengan lawan jenis atau terlalu akrab sehingga menimbulkan fitnah dan kecemburuan yang berakibat rusaknya nama baik, bahkan perceraian.
Mendidik Anak Dengan Baik
Ada sebuah pepatah: “Wanita adalah sekolah pertama bagi anak, jika engkau mempersiapkannya maka berarti engkau mempersiapkan generasi yang bagus”. Seorang ibu yang bijaksana tidak akan menyerahkan pendidikan anaknya sepenuhkan kepada sekolah. Karena sekolah sebagai penunjang dam orang tualah promotornya.
Ketika orang tua memperhatikan dan memotivasi anak dengan baik otomatis sang anak akan semangat belajar. Ketika seorang anak semangat belajar tetapi tidak mendapat perhatian dan motivasi dari kedua orang, maka akan menimbulkan kekecewaan yang mendalam bahkan menimbulkan frustasi sehingga bisa menyeret anak ke pintu kegagalan karena merasa tidak diperhatikan kedua orang tuanya.
Selain faktor di atas yang sangat dibutuhkan adalah kesabaran, keterbukaan dan saling percaya. Masing-masing pasangan bersedia menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya selam tidak melanggar syariat. Ketika seorang istri yang tidak senang melihat laki-laki merokok ternyata mendapat suami yang perokok, tentu akan menimbulkan perselisihan.
Hal ini perlu dibicarakan baik-baik, mungkin suami berusaha mengurangi hobi merokoknya, atau merokok di tempat-tempat tertentu bukan di kamar dan sebagainya. Keterbukaan juga mutlak diperlukan, ketika seorang istri yang memiliki keinginan untuk membeli perhiasan tertentu namun kondisi keuangan kurang cukup, hal ini ada baiknya dibicarakan dengan suami bukan dengan membeli perhiasan tersebut tanpa sepengetahuan suami.
Apabila istri mengeluarkan keuangan yang acukup besar tanpa sepengetahuan suami akan menimbulkan kemarahan bagi suami yang bisa mengakibatkan pertengkaran. Jika hal ini dibicarakan dulu, mungkin suami punya tabungan yang bisa digunakan tanpa mengotak-ngatik uang belanja atau keinginan tersebut ditunda sambil menabung atau membeli dengan menyicil dan sebagainya. Saling percaya perlu dipupuk diantara suami istri.
Bila suami ada teman wanita di kantor dan istripun demikian ada baiknya dikenalkan sehingga tidak menimbulkan kecurigaan atau minimal sang istri atau suami diberitahu. Begitu pula jika ada keluarga yang dekat dengan suami atau istri sebaiknya diperkenalkan satu sama lainnya. Namun tidak hanya itu, masing-masing harus menjaga jarak dengan lawan jenis agar kedekatannya tidak menimbulkan kecurigaan dan kecemburuan.
Apalagi jangan sampai berniat memiliki PIL (Pria Idaman Lain) atau WIL (Wanita Idaman Lain) yang tentu akan menimbulkan kecurigaan dan kecemburuan. Berbagai faktor tersebut sangat ditentukan karakter dan keinginan seseorang. Walau rumah tangga mulai diwarnai pertengkaran, selama hal itu belum sampai melanggar syariat, apa salahnya saling memaafkan kesalahan masing-masing.
Apalagi jika pasangan sudah memiliki anak, perpisahan kedua orang tua akan berakibat fatal bagi sang anak. Langkah untuk bercerai seharusnya dipikirkan matang-matang, bukan hanya mengikuti nafsu yang akhirnya menimbulkan penyesalan di kemudian hari. Wallahua'lam
:: artikel ini pernah dimuat di PANGERANS.MULTIPLY.COM
0 komentar:
Posting Komentar