Suatu hari saya pernah ditanya oleh seorang kawan perempuan, yang menanyakan tentang operasi selaput dara. Ceritanya kawan saya ini punya seorang kawan yang akrab. Dia cerita bahwa kawannya itu pernah punya masa lalu yang kelam dengan pergaulan bebasnya, hingga akhirnya melakukan operasi selaput dara.
Lalu saya jawab sebisa yang saya bisa jawab (mohon maaf jika tulisan ini kurang berkenan ditampilkan, ambil saja hikmahnya sebagai pembelajaran dari kita semuanya).
Seandainya, operasi selaput dara dihalalkan secara umum, maka bisa dibayangkan para wanita akan merasa bebas berzina? Lalu apa lagi yang akan mereka takutkan? Karena selaput dara yang merupakan bukti ‘keperawanan’ seorang wanita ternyata bisa dioperasi, dipermak dan diperbaiki, setelah itu bisa jadi perawan lagi.
(mohon maaf) Jika diibaratkan kita punya mobil lalu ketabrak dan penyok, maka mobil tadi bisa masuk ke bengkel lalu dengan poles body, setelah itu keluar dari bengkel mulus lagi seperti baru kembali. Meski tetap saja tidak akan sempurna seperti keluar dari pabrik.
Nah, masalahnya jika melakukan operasi selaput dara bertujuan mau menipu calon suami itu dihalalkan oleh agama, maka akan ada begitu banyak wanita yang melakukan hubungan ‘sex bebas’ alias berzina.
Setelah itu, wanita ini hanya minta biaya kepada pasangan “kumpul kebonya” itu untuk mengoperasi selaput daranya. Masalahnya, dengan demikian, kita justru akan membuka sebuah pintu dari pintu-pintu setan yang selalu mengganggu manusia.
Pintu itu adalah “pintu zina”. Dan alangkah berdosanya orang yang mengeluarkan fatwa kehalalan sesuatu yang justru dapat membuka pintu-pitu maksiat lainnya. Naudzubillah
0 komentar:
Posting Komentar