Zaman dahulu kala di sebuah danau di pegunungan, hiduplah kura-kura yang bawel. Siapapun yang ditemuinya akan diajak bicara banyak, panjang lebar, tanpa jeda, dan sering membuat pendengarnya bosan, terganggu, hingga akhirnya jengkel. Mereka sering merasa heran bagaimana si kura-kura bisa bicara terus-menerus tanpa menarik nafas. binatang-binatang lain mulai menghindari kura-kura karena tahu mereka akan mati kutu jika kura-kura mulai berbicara pada mereka.
Si kura-kura bawel jadi kesepian karenanya.
Setiap musim panas, sepasang angsa putih datang ke danau di pegunungan untuk berlibur. Mereka baik hati karena membiarkan si kura-kura berbicara sepanjang yang dia mau. mereka tidak pernah protes ataupun meninggalkan kura-kura. Si kura-kura jadi merasa senang pada sepasang angsa itu.
Ketika musim panasa mulai berakhir dan hari-hari menjadi dingin, sepasang angsa bersiap-siap pergi dari danau itu. Si kura-kura mulai menangis. Dia benci musim dingin dan kesepian. “Andai saja aku bisa ikut pergi bersama kalian,” desahnya. “Kadang, ketika salju menutupi lereng dan danau, aku membeku, aku merasa begitu kedinginan dan kesepian.”
Sepasang angsa itu merasa kasihan pada si kura-kura, karena itu mereka mengajukan sebuah penawaran untuknya, “Kura-kura sayang, jangan menangis. Kami dapat membawamu asalkan kamu bersedia memegang satu janji saja.”
“Ya! Ya! Saya janji!” kata si kura-kura bawel, bahkan sebelum sepasang angsa mengatakan janji apa yang harus dia penuhi. “Kura-kura selalu menepati janji. Pernah, aku berjanji pada kelinci untuk berdiam diri sebentar saja setelah aku memberi tahu tentang semua perbedaan cangkang kura-kura dan…”
Satu jam kemudian, ketika si kura-kura berhenti bicara, sepasang angsa melanjutkan kata-kata mereka, “Kura-kura, kamu harus berjanji untuk tetap menutup mulutmu.”
“Gampang!” kata si kura-kura bawel. “Sebenarnya bangsa kura-kura terkenal sanggup menutup mulut kami dengan baik. Kami sebenarnya jarang sekali berbicara. Saya pernah menjelaskan hal ini kepada seekor ikan belum lama ini…”
Satu jam kemudian ketika si kura-kura bawel diam sejenak, sepasang angsa itu menyuruh si kura-kura untuk menggigit bagian tengah sebuah tongkat kayu yang panjang dan menyuruhnya untuk tetap menutup mulut. Lalu salah satu angsa memegang salah satu ujung tongkat dan yang lain memegang ujung lainnya. Keduanya lalu mulai mengepakkan sayap dan terbang.
Inilah pertama kali dalam sejarah dunia kita: kura-kura terbang!
Lebih tinggi dan lebih tinggi lagi mereka terbang menjulang. Makin lama danau di pegunungan itu makin mengecil. Bahkan gunung yang besar pun terlihat kecil di kejauhan. Si kura-kura yang merasa takjub berusaha mengingat pemandangan itu baik-baik untuk diceritakan pada teman-temannya nanti ketika dia sudah pulang.
Mereka terus terbang dan semuanya berjalan lancar sampai mereka melewati sebuah sekolah yang anak-anaknya baru pulang sekolah. Beberapa anak melihat sepasang angsa dan kura-kura bawel. Lalu seorang anak berteriak, “Hei, lihat! Ada kura-kura bodoh terbang!”
Mendengar itu, kura-kura bawel tidak dapat menahan dirinya. “Siapa yang kau bilang… ups!.. booo…doo..hhh!!!”
BRAAAK! Terdengar suara keras ketika tubuh kura-kura menghempas tanah. Dan itu adalah suara terakhir yang dapat dia keluarkan.
Si kura-kura bawel tewas karena dia tidak dapat menutup mulutnya pada saat benar-benar diperlukan.
RENUNGAN:
Jadi, jika anda tidak belajar bagaimana berdiam diri pada saat yang tepat, dan bilamana saat itu benar-benar penting, Anda tak akan mampu menutup mulut anda lagi. Bisa jadi anda akan berakhir sebagai hamburger, seperti kura-kura bawel itu.
Rasanya kita semestinya belajar untuk berdiam diri pada usia yang lebih dini dalam kehidupan kita : karena hal itu mungkin dapat menolong kita menghindari banyak kesulitan pada kemudian hari. Saya menceritakan kisah berikut ini kepada anak-anak yang datang berkunjung mengenai betapa pentingnya untuk berdiam diri.
0 komentar:
Posting Komentar