"There are two ways to live your life. One is as though nothing is a miracle, the other is as though everything is a miracle."
-- Albert Einstein, fisikawan
MENJENGUK teman tidaklah cukup hanya dengan membawa sekeranjang buah jeruk, tetapi juga keluasan hati untuk mendengarkan curahan hatinya. Sepekan lalu, saya menjenguk seorang teman lama. Dia terbaring di tempat tidur. Agak aneh bin terkejut juga. Padahal diantara teman-teman saya yang lain, dia paling giat berolahraga. Nge-gym, yang saat ini menjadi bagian gaya hidup kaum urban, menjadi makanan sehari-harinya. Namun apakah sebabnya tubuh gagahnya kini menjadi lunglai?
Manusia berbeda dengan mobil tentu saja. Biarpun tubuh masih fit, tapi kalau hati sedang gundah-gulana, semua bisa berantakan. Nah, ternyata penyakit itu yang kini menerpa dia. Ia merasa kesal luar biasa hanya karena teman setimnya di kantornya dipromosikan ke jenjang yang lebih tinggi, sedangkan ia tidak. Promosi yang berarti, pangkat naik, gajipun meningkat drastis.
Padahal menurutnya, dia dan temannya itu sama-sama melakukan pekerjaan dengan baik. Maklum, mereka berada dalam satu tim. Bekerja bersama, jatuh bangun bersama. Tapi apa mau dikata, ia tidak mendapatkan promosi. Ia merasa tertekan, dan memikirkan hal ini selama berhari-hari. Itu yang menyebabkan kenapa ia harus istrirahat.
Bukan lantaran sok tahu. Namun saya mencoba untuk mengingatkan sesuatu padanya. Dengan setengah tak enak hati, saya bertanya padanya: apakah bila ia memikirkan hal tersebut akan dapat mengubah hasilnya? Ia bakal promosi misalnya? Dia diam seribu bahasa. Namun ekpresi wajahnya seakan ingin mengatakan: Tidaakkkk!
Hal ini sebenarnya tak beda jauh ketika saya menghadiri acara dialog politik beberapa bulan yang lalu. Seorang peserta bertanya kepada seorang tokoh yang menjadi narasumber, bagaimana ditengah gempuran lawan-lawan politiknya ia tetap tenang dan terlihat menikmati hidupnya. Pertanyaannya sederhana, bagaimana ia mengatasi hal itu?
Ia berkata bahwa ia tak memiliki resep khusus. Ia hanya mengatakan bahwa ia teringat akan ucapan fisikawan terkenal Albert Einstein, "There are two ways to live your life. One is as though nothing is a miracle, the other is as though everything is a miracle." Dengan kata lain, ia ingin mengatakan bahwa ada dua cara untuk menikmati hidup ini, yang pertama, anggap saja suatu peristiwa bukan sebagai suatu keajaiban, dan kedua, anggaplah peristiwa tersebut sebagai suatu keajaiban. Atau secara kasar, untuk hal yang pertama dapat dikatakan, anggaplah peristiwa itu tak pernah ada.
Dalam hidup sehari-hari, kita sering disuguhi masalah-masalah sepele, tetapi justeru karena saking sepelenya, malah menguras energi kita. Waktu, tenaga, dan pikiran habis terbuang percuma untuk memikirkan hal-hal yang tidak perlu tersebut. Rupanya di situlah letak keberhasilan Einstein sebagai tokoh besar di planet ini.
Dia bukan sekadar ahli fisika. Dia justeru mengajarkan bagaimana kita menghargai hidup ini. Bahwa anggap saja kejadian yang tidak penting itu tidak pernah ada. Membuang energi untuk hal-hal yang tidak perlu, sungguh mubazir dan melelahkan. Istilahnya: gak penting banget! Malah bikin jadi penyakit. Waktu yang kita punya, alangkah lebih bermakna bila diisi dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat dan positif, ketimbang memikirkan sesuatu yang kita tahu bakal tak ada gunanya. Is that right, brother or sistar ?
0 komentar:
Posting Komentar