Semestinya kita mensyukuri apa pun yang menimpa kita. Ini bukan soal keberuntungan. Bersyukur menuntun kita untuk senantiasa menyingkirkan sisi negatif dari hidup. Orang lain mungkin berkata bahwa kita tidak realistis. Namun, bersyukur adalah sikap menerima kenyataan. Adakah yang lebih realistis sebelum kita terbebas dari kecemasan dan ketakutan akan kenyataan?
Bersyukur mendorong kita untuk bergerak maju dengan penuh antusias. Tak ada yang meringankan hidup selain sikap bersyukur. Semakin banyak kita bersyukur semakin banyak kita menerima. Semakin jauh kita mengingkari, semakin berat beban yang kita jejalkan pada diri sendiri. Banyak orang terpaku pada kegagalan lalu mengingkarinya.
Sedikit sekali yang melihat keberhasilan lalu mensyukurinya. Kita takkan pernah berhasil dengan menggerutu dan berkeluh kesah. Kita berhasil karena berusaha. Sedangkan usaha kita lakukan karena melihat sisi positif. Hanya dengan bersyukurlah sisi positif itu tampak di pandangan kita.
Penebang mengasah kapaknya. Pemburu mengencangkan busurnya. Penulis meraut pensilnya. Mereka harus memperbarui peralatannya. Ini adalah prinsip sederhana tentang produktivitas. Tak banyak pohon yang bisa ditebang oleh kapak yang tumpul dan aus.
Tak ada buruan yang mampu ditaklukkan oleh busur yang renta. Tak sebuah kata bisa tertulis dari pensil yang patah. Maka, apa yang harus kita asah agar tetap meraih kehidupan pribadi dan karier yang penuh dan berlimpah?
Kita memiliki sesosok tubuh yang pasti renta terkikis usia. Juga kecerdasan yang segera tak banyak berarti tertinggal kemajuan jaman. Serta sekepal hati nurani yang mudah diburamkan oleh debu-debu dunia. Maka tiada yang patut kita rawat selain tubuh agar senantiasa menjadi rumah yang nyaman bagi jiwa.
Tiada yang perlu kita asah selain pikiran dan ketrampilan agar selalu dapat digunakan untuk membuka pintu kemakmuran. Serta, tiada yang harus kita pertajam selain hati nurani yang memungkinkan kita mendengar nyanyian kebahagiaan hidup ini.
0 komentar:
Posting Komentar