Rabu, 02 November 2011

Hanya Perasaan

Waktu hidup ini indah, selaras, mudah bagi kebanyakan dari kita untuk menjadi “orang baik”. Tantangan datang saat lingkungan berubah. Di saat buruk, masih bisakah kamu tetap ”baik” seperti itu?

Saat rekan kerja saya pergi, tiba-tiba banyak sekali pekerjaan dia yang harus saya kerjakan… Saya jadi mudah hilang kesabaran.Tapi saat saya kenali bagaimana hal ini melukai diri saya (saya berlagak, dan udara panas mengalir lewat tenggorokanku), saya berhenti, sejenak menarik nafas dalam-dalam dan memberitahu diriku bahwa ini hanya bagian dari pembelajaran tentang ketidak-bergunaan dan perusakan dari suatu kemarahan.

Dengan pikiran ini, saya banyak merasa lebih baik. Saya sadar kalau perasaan kita naik-turun dengan mudah saat lingkungan berubah. Hanya sekaranglah saya benar-benar melihat bagaimana kebenaran ajaran Buddha tentang ketidakkekalan dan tanpa-diri—segala sesuatu fisikal dan mental berubah dengan konstan. Sehingga, tidak ada diri yang tetap dalam apapun. Tidak ada perasaan yang riil pada dasarnya karena perasaan-perasaan ini berubah setiap saat. Kita mengungkapkan emosi saat situasi yang panas karena perasaan kita terhadap amukan itu terasa amat “riil” dan kemudian jadi pembenaran. Sela beberapa detik melalui cahaya perhatian penuh dan kamu akan melihat kemarahan itu perlahan-lahan lenyap sebagaimana ia muncul ke permukaan. Jangan pernah biarkan perasaan mengendalikan diri kita; kita seyogyanya belajar mengendalikan perasaan kita. Kelengahan membawa pada banyak karma buruk!

Jangan melekat pada perasaan apapun (baik atau buruk) dan kamu akan membuat dirimu sendiri bebas dari segala budak perasaan! Jadi, di lain waktu kamu merasa buruk, lihat perasaan itu hanya seperti perasaan-perasaan lainnya dan biar ia berlalu. Kamu tidak harus mencegah atau menunjukkan perasaan itu. Biarkan saja, namun tanggapi sewajarnya jika situasi memerlukanmu.

Ingat—Kamu dapat memilih bagaimana kamu ingin merasakan setiap detik.

0 komentar:

Posting Komentar