Setiap pasangan yang berumahtangga pasti akan merindukan hadirnya keluarga Sakinah, Mawadah, dan Warahmah (SAMARA).
Suasana rumah tangga yang aman, tenang, dan tentram. Akan tetapi, kondisi ini tidak berarti keluarga tidak pernah mengalami masalah.
Pada kenyataannya, masalah yang dialami pasangan keluarga akan selalu datang seiring dengan berjalannya waktu, baik yang disebabkan faktor internal ataupun faktor ekternal.
Jangankan kita sebagai manusia biasa. Keluarga nabi Muhammad-pun, juga pernah ditimpa masalah keluarga. Misalnya tuduhan perselingkuhan istri nabi, Aisyah dengan salah saorang sahabat, hingga kasusnya berlarut-larut selama 40 hari dan diabadikan dalam AlQuran Surat An-Nur ayat 11-17.
Jadi, perlu disadari bahwa kehidupan dalam rumah tangga tidak akan luput dari masalah atau konflik. Hal ini adalah sebagai ujian yang harus disikapi bersama antara suami dan istri. Lalu, bagaimana agar kita bisa meyikapi masalah keluarga dengan bijak dan tetap mempertahankan suasana keluarga SAMARA.
Pertama, yang perlu disadari adalah bahwa kehidupan dunia adalah cobaan dan setiap orang pasti akan mengalaminya. Besar atau kecilnya cobaan yang dating tergantung dari kondisi dan kapasitas seseorang.
Rumah tangga orang kaya bukan berarti tidak memiliki masalah, begitu pula dengan rumah tangga orang susah. Mereka sama-sama menghadapi masalah sesuai dengan kondisinya masing-masing. Harta tidak menjamin sebuah kesuksesan rumah tangga seseorang.
Karena itu, tidak sedikit rumah tangga orang kaya yang berujung perceraian. Dan sebaliknya, keluarga yang secara ekonomi pas-pasan, mampu mengelola sekaligus mempertahankan mahligai rumah tangganya dan menghasilkan generasi yang unggul. Karena itu, setiap pasangan yang telah menikah memerlukan kedewasaan dan kehati-hatian dalam bersikap dan berpikir, agar dapat menemukan solusi terbaik saat dating ujian rumah tangganya.
Kedua, menyadari bahwa rumah tangga bagi seorang muslim merupakan ibadah. Karena itu, semua aspek yang terkait dengan kehidupan rumah tangga haruslah diawali dengan niat dan cara-cara yang baik.
Sebagian orang beranggapan, pernikahan hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan biologis semata. Tetapi, di dalam Islam hakikat pernikahan adalah ibadah seperti yang dianjurkan oleh Rasul SAW sebagai sunah. Oleh karena itu, setiap pasangan yang akan menikah (berumah tangga) haruslah mengetahui ilmu bagaimana membina rumah tangga yang sesuai syariat Islam.
Karena Islam telah mengatur setiap aktivitas yang terkait dengan rumah tangga, seperti tata krama saat melakukan hubungan suami istri, kamar tidur anak laki dan perempuan, kewajian mendidik anak, serta aturan masuk ke kamar orang tua, dll.
Ketiga, setiap pasangan suami istri jangan ‘gampang’ mengucapkan kata-kata yang dapat menyebabkan kehidupan rumah tangga jadi berantakan. Saat pasangan suami istri terjadi percekcokan, maka janganlah ceroboh mengikrarkan kata “cerai”.
Karena sesungguhnya perceraian termasuk perkara yang meskipun dilakukan dengan bercanda, namun secara syariat Islam dianggap serius. Apalagi jika hal itu dilakukan dalam keadaan sadar, atau dengan serius.
Oleh karena itu kepada setiap pasangan suami istri, walaupun hanya berniat main-main dalam mengatakan kata cerai, maka hal itu bisa dianggap sah secara syariat sehingga berlaku konsekwensi yang menyertainya. Cerai tidak memerlukan syarat saksi dan ijab qabul, sebagaimana hal itu dilakukan saat menjalani pernikahan. Jadi, untuk pasangan suami istri, berhati-hatilah dengan ucapan kata cerai. Wallahua’lam
0 komentar:
Posting Komentar