www.spiritual-motivasi.blogspot.com
Suatu senja, saya berdebat dengan seorang teman baik. Temanku ini termasuk orang yang sangat rajin berdoa. Rohani banget deh. Dia bercerita bahwa tadi dia baru saja ke gereja. Ada suatu pelajaran menarik yang ingin dia diskusikan dengan saya.
“Tadi,” dia memulai pembicaraan, “kami ditanyai oleh Pendeta. Pertanyaannya begini… Apakah kamu takut menjalani hidup di dunia ini?”
“Trus lu jawab apa?” saya bertanya.
“Gue jawab, takut,” katanya. “Karena………..”
Langsung saya potong.
“Lu jawab lu takut? Trus lu percaya sama Tuhan ga?”
“Percaya”, jawabnya.
“Lu percaya ga kaloTuhan itu Maha Baik dan Yang Paling Berkuasa di dunia ini, bahwa tidak ada kekuatan lain yang bisa mengalahkanNYA, bahwa DIA-lah yang berkuasa atas hidup dan matimu?” saya berbicara dengan nada lebih tinggi dan penekanan yang sangat jelas.
Dengan sedikit kaget akan reaksi saya, teman ini menjawab, “Ya percayalah.”
Langsung saya menyambar dengan pertanyaan, “Kalo begitu apa yang lu takutkan???”
“Ya, karena bla…bla…bla…” dia mulai mencari berbagai alasan yang masuk akal dan logikannya.
Saya menyerangnya dengan pernyataan bahwa mulai sekarang dia tidak perlu ke gereja lagi. Tidak perlu berdoa lagi. Dia bohong sama Tuhan. Ngaku-ngaku percaya Tuhan, tapi menjalani hidup dengan ketakutan di sampingnya. Saya katakan bahwa lebih baik orang yang jarang berdoa tapi menjalani hidup dengan penuh keyakinan akan perlindungan Tuhan, dibandingkan dirinya yang rajin berdoa namun tidak mempraktekkannya dalam sikap hidup setiap hari.
Mengaku Tuhan sebagai Yang Paling Berkuasa, Yang Maha Baik dan Maha Melindungi, mengucapkan hal itu dalam doa setiap hari. Mengaku percaya akan perlindungan Tuhan, tapi tetap hidup dalam ketakutan. ANEH BIN AJAIB!
Ada lagi teman lain yang belajar khusus bidang keagamaan. Dia berbicara banyak kepada orang lain tentang betapa pentingnya hidup dalam kasih dan betapa pentingnya memaafkan orang lain. Dia sendiri sulit memaafkan orang lain.
Saya yakin Anda sendiri pasti pernah menemukan orang yang pandai berbicara tentang suatu topik, tapi hanya di mulut. Dia sendiri tidak menjalankannya. Ada yang ahli menilai tapi dia sendiri tidak melakukan apa-apa untuk mengubah hal yang dinilainya. Berbicara tentang CINTA, tapi pandai MEMBENCI. Menekankan pentingnya kejujuran, di belakang tipu sana-sini.
Berkoar-koar tentang kerendahan hati, tapi sikap hidup penuh kesombongan.
Seorang teman berembel-embel SE. Dia pandai menyeimbangkan neraca di kantor, tapi neraca keuangannya sendiri timpang. Belum habis bulan, gaji sudah habis. Seorang teman lain, hanya tamatan SMA, tapi selalu bisa menabung setiap bulan. Jelas…teman SE saya kalah telak sama si tamatan SMA. Apa gunanya belajar akuntansi selama lima tahun?
Sebuah lelucon yang saya baca di sebuah buku humor menertawakan paradoks itu. Bunyinya begini…
Apa kesamaan antara psikolog dan computer?
Sama-sama pandai menyelesaikan masalah orang lain, tapi tidak bisa mengatasi masalah sendiri.
Apakah itu hanya sebuah lelucon? Mungkin ada benarnya.
Merenungkan berbagai kejadian itu, saya mulai mengambil sikap untuk menilai orang hanya dari sikap hidupnya. Bukan embel-embelnya. Kalau butuh embel-embel sarjana teknik dulu, Alfa Edison mungkin takkan pernah menemukan bohlam lampu dan berbagai penemuan lainnya. Menurut cerita, dia hanya bersekolah selama tiga bulan. Kemudian dipulangkan karena mengalami “kesulitan belajar”, menurut penilaian gurunya.
Saya juga tidak meremehkan orang yang tidak memiliki gelar. Buktinya, banyak orang kaya sekarang ini kaya tanpa gelar apa pun. Banyak buku membahas hal itu.
Mungkin orang-orang itu sedang mengajari kita agar selalu melaksanakan apa yang kita pelajari (yang baik-baik, tentunya). Jangan seperti mereka.
Selalu lihat sikap hidupnya, baru dapat menilai seseorang secara obyektif. Jangan silau oleh embel-embel. Memiliki gelar bukan berarti paling bisa. Tak bergelar bukan berarti tidak bisa apa-apa. Lidah bisa bohong, tapi soal sikap hidup… ga bisa bohong.
Apalah gunanya mempelajari suatu hal tapi hanya untuk mengisi otak dan tidak dipraktekkan dalam hidup? Apa biar dibilang hebat oleh orang lain? Pembelajaran sejati hanya terjadi ketika ada perubahan dalam sikap hidup. www.spiritual-motivasi.blogspot.com *)
0 komentar:
Posting Komentar