Bagi seekor ayam, daratan yang kering adalah tempat hidup yang sempurnah. Dengan jari-jari kakinya yang telah dilengkapi dengan kuku yang tajam dia dapat mengais tanah. Menemukan cacing dan semut serta serangga lainnya untuk disantap. Ketika malam tiba, ia akan terbang naik ke atas pohon untuk beristirahat. Itulah tempat alamiahnya ayam.
Lain ceritanya bebek. Walaupun sama-sama unggas seperti ayam, tapi tempat hidupnya adalah di tempat becek dan berlumpur serta air kolam. Kaki bebek telah dilengkapi dengan selaput antara jarinya yang memudahkan ia untuk berdiri di atas tanah berlumpur. Bentuk paruhnya pun telah dirancang untuk menyaring makanan dari lumpur. Buangkan saja beberapa biji jagung di dalam lumpur. Anda akan terkejut kalau dengan mudah akan bebek temukan. Tapi ayam, hal itu sangat sulit untuk dilakukan. Itulah tempat alamiahnya bebek.
Ayam memang membutuhkan air. Tapi hanya sebatas pemuas dahaga. Uniknya, ayam membersihkan tubuhnya dengan mandi debu tanah. Sedangkan bebek, air adalah surganya. Dari tempat mencari makan sampai mandi dan bercengkrama dengan teman-temannya, yang juga bebek pastinya. Kalau panas, ayam akan berteduh di bawah pohon. Sedangkan bebek akan menceburkan diri ke dalam air kolam.
Di tanah kering, ayam menunjukan kepribadian sesungguhnya sebagai ayam, lengkap dengan segala kelebihannya. Di tanah becek dan air kolam, bebek tampil sempurnah dengan sifat-sifat alamiahnya sebagai bebek.
Nah, pertanyaannya sekarang di manakah tempat alamiah kita? Di manakah kita dapat mengeluarkan kemampuan terbaik kita? Di manakah selayaknya jalan hidup kita ditelusuri? Di jalan manakah hidup kita akan dibaktikan? Ke manakah suara hati kita memanggil?
Jelas… manusia tidak dapat dibandingkan dengan ayam dan bebek. Manusia adalah mahluk yang paling sempurnah di antara semua ciptaan Tuhan. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa banyak manusia lupa di mana tempat alamianya. Di mana talentanya, bakatnya, kemampuan terbaiknya dapat dimanfaatkan dengan optimal.
Menganggap diri sebagai mahluk paling sempurnah, manusia kadang mengikuti keserakahnnya dan memasuki dunia yang sebenarnya bukan bidangnya. Lihat saja daftar caleg saat ini.
Saya percaya setiap manusia dilahirkan dengan dilengkapi dengan bakat yang unik. Setiap orang itu unik. Demikian juga bakatnya. Ketika bekerja di bidang yang bukan merupakan panggilan jiwa kita, kita tidak akan merasa bahagia. Kita tidak bisa mengeluarkan kemampuan terbaik kita yang mana akan membuat hidup kita bersinar. Karena kita tidak menyukai pekerjaan yang kita lakukan, hasilnya pun tidak akan sangat memuaskan. Ada saja yang kurang di sana.
Ketika bekerja di bidang yang bukan bakat alami kita, kita ibarat seekor ayam yang tinggal di tanah berlumpur. Kaki kita tidak dilengkapi selaput seperti bebek yang memudahkan untuk bergerak. Susah mencari makan karena paruh kita tidak cocok untuk daerah berlumpur. Kita tidak dapat mengeluarkan kemampuan terbaik kita. Sebaliknya kita mungkin malah tenggelam karena kita tidak mampu berenang. Akhirnya kita tidak bahagia.
Lain ceritanya jika kita berkarya di bidang yang merupakan bakat alami kita. Ketika melakukan hal yang kita sukai, waktu terasa berhenti. Seluruh dunia seolah bersekutu mendukung kita. Hati selalu bergembira. Kita menjalani hidup yang utuh dan memuaskan. Kita mencintai pekerjaan kita. Hasilnya pun bisa dipastikan akan memuaskan. Karena di sana ada sebuah energi pendorong yang luar biasa dahsyatnya, CINTA.
Cinta adalah kekuatan terbesar di dunia. Orang bisa menyeberangi lautan luas, mendaki gunung tinggi, berperang melawan musuh, berkhianat terhadap negaranya sendiri hanya untuk mendapatkan cinta. Lihatlah cerita dan legenda yang telah berumur ratusan bahkan ribuan tahun. Sebagian besarnya berlatarkan cinta. Tangkupan Perahu, Cleopatra, Romeo and Juliet, adalah di antaranya.
Diceritakan bahwa Thomas A. Edison mengalami kegagalan ribuan kali sebelum berhasil menciptakan lampu pijar. Ada yang menyebutkan yang membuat Edison tetap bertahan adalah karena ketekunan, kesabaran, kerja keras, jangan mudah menyerah, dan sebagainya. Sisi lain kenapa Edison tetap bertahan walau mengalami ribuan kegagalan adalah CINTA. Ya, cintalah yang memberinya kekuatan.
Edison telah jatuh cinta akan pekerjaannya. Dia jatuh cinta dengan apa yang dia lakukan. Mungkin dia merasa di sanalah panggilan hidupnya. Di sanalah dia menemukan kegembiraannya. Di sanalah hatinya memanggil. Dia sudah terlanjur cinta sehingga beribu-ribu kali gagal pun tidak dapat menghentikan langkahnya. Sampai akhirnya, dia sukses besar.
Bayangkan… apa yang akan terjadi jika kita semua bekerja di bidang yang memang menjadi bakat alami kita? www.spiritual–motivasi.blogspot.com *
* * * * * * *
Hermanus Y Lobo
SPIRITUAL MOTIVATOR
0 komentar:
Posting Komentar