Minggu, 01 Mei 2011

Salat Berjamaah di Masjid Nabawi, Kenikmatan Tak Terhingga (catatan-3)

Waktu telah menunjukkan pukul 05.15 waktu setempat, ketika bus yang kami tumpangi tiba di depan Hotel Jawharat al Fairuz, langit cerah kebiruan terlihat dengan indahnya, pertanda keagungan sang Pencipta alam semesta dengan kumandang suara adzan yang sangat menggetarkan jiwa.

Lalu, pandangan mata kami sangat terlihat jelas dari kejauhan bangunan masjid Nabawi yang terlihat bersinar terang.

Setelah melakukan cek ini di hotel tersebut, kami dan beberapa rombongan bergegas menuju masjid Nabawi untuk segera menunaikan salat subuh berjamaah bersama rombongan, karena saat tiba di halaman masjid Nabawi terdengar suara Imam menyuarakan salam pertanda salat subuh berjamaah telah usai.

Saat salat lima waktu secara berjamaah di Masjid Nabawi, hampir tidak ada tempat yang kosong, baik di dalam maupun di halaman masjid Nabawi. Ratusan ribu jamaah dari berbagai belahan dunia secara khusyuk beribadah kepada Allah SWT, berzikir dan berdoa, secara pribadi maupun berkelompok. Salat subuh berjamaah ini adalah salat pertama kami di masjid Nabawi.

Kamis pagi, 21 April 2011, waktu di jam tangan menunjukkan pukul 06.14 waktu setempat, payung besar permanen di halaman masjid Nabawi membuka lebar. Payung itu disanggah dengan pilar beton yang dapat dibuka tutup menggunakan remote control. Di halaman masjid Nabawi terdapat tempat wudhu khusus pria dan wanita yang berada di bawah tanah ditambah adanya Water Closet (WC). Kami pun dibuat takjub, karena dibawahnya lagi terdapat parkir dan jalan yang cukup luas bagi para tamu hotel yang mengelilingi masjid Nabawi.

Setelah itu kami menuju Restoran Hotel untuk sarapan pagi sekaligus untuk mendapatkan kunci kamar sekaligus kawan satu kamar. Saya pun istirahat sambil menunggu waktu datangnya salat zuhur. Rasulullah saw bersabda, “Salat di masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih utama 1.000 kali dibanding salat di tempat lainnya, kecuali Masjidil Haram dan salat di Masjidil Haram lebih utama 100.000 kali salat daripada masjid lainnya”. (HR Ahmad Ibnu Huzaimah dan Hakim).

Waktu terus berjalan, jam menunjukkan pukul 10.00 waktu setempat, saya bersama teman sekamar yakni Haji Nurrokhim, Haji Abdul Rozak, Winarto, Syamsul Ardhi dan saya sendiri Pramana Asmadiredja. Kami berlima langsung mengatur jadwal untuk salat zuhur bersama-sama di Masjid Nabawi, khususnya salat berjamaah di Raudhah. Pukul 10.30 waktu setempat, tanpa pikir panjang kami berlima langsung bergerak mengikuti kemana arah jamaah itu beranjak menuju Masjid Nabawi. Karena, saya baru pertama kali datang ke masjid Nabawi untuk melaksanakan ibadah umrah.

Terlebih, pintu masjid Nabawi cukup banyak dari berbagai arah. Saya berlima masuk melalui pintu Badar sebelah timur menuju ke barat dan sampai di dinding pembatas arah kiblat yang dipenuhi kaligrafi. Dengan niat yang kuat, meski harus berdesak-desakan, saya terus melangkah dari arah utara menuju ke Raudhah di sebelah selatan.

Selama 15 menit kami berlima berdesak-desakan dengan jamaah yang didominasi berbadan kekar dan besar dari Pakistan, Turki dan lainnya, dan akhirnya kami sampai hanya 1 meter dari Raudhah. Badan terjepit karena berdesak-desakan serta nafas yang terengah-engah seperti tidak terasa, karena kuatnya keinginan kami mencapai Raudhah.

Raudhah, tempat yang luasnya kurang lebih 20 x 50 meter ini bertempat antara mimbar dan makam Rasulullah SAW. Tampak beberapa aparat kepolisian (asykar) menjaga sekitar makam Nabi tersebut. Bila melihat kelakuan jamaah yang aneh, dengan mencoba meraba-raba atau mengusap bangunan makam atau pun berusaha menangis di situ.

Aparat kepolisian yang dekat dengannya tersebut langsung menegur. “Haji..haji sirik, sirik, La, La,” ujar asykar dengan nada keras. Adapun haji adalah panggilan jamaah yang sedang melakukan ibadah haji atau umrah di sana. Teguran keras dari asykar itu berarti haji..haji itu sirik, sirik jangan, jangan. Bila membandel, tidak segan-segan asykar tersebut mengusirnya.

Itulah daya tarik Raudhah, tiap waktu jamaah yang mendatangi Masjid Nabawi ini pasti akan berlomba-lomba untuk mencari tempat di Raudhah ini. Meskipun di semua tempat di Masjid Nabawi afdal, tentunya akan lebih afdal dan terasa dekat dengan surga bila berdoa dan beribadah di kebun surga yang bernama Raudhah tadi. Rasulullah saw bersabda, “Tempat di antara Rumahku dan Mimbarku ini adalah Raudhah (kebun) diantara beberapa kebun surga”. (HR Muttafaqun Alaih)

Di tengah Raudhah, terdengar ayat-ayat suci Alquran dibacakan, doa dan dzikir dari seluruh jamaah yang berdesakan dilantunkan. Terlihat 4 orang aparat kepolisian Arab Saudi lengkap dengan seragam dinasnya berwarna coklat mengatur keluar masuknya jamaah di Raudhah. Aparat kepolisian (asykar) memberikan waktu beberapa menit bagi jamaah yang berada di Raudhah dengan menutup ruang Raudhah menggunakan kain pembatas yang cukup tinggi. Kami berlima tepat berada di samping rumah sekaligus makam Nabi Muhammad SAW, membaca Alquran, berdoa, berzikir.

Di tempat depan terlihat dengan jelas mimbar tempat pembacaan khutbah di sebelah barat. Saya pun membuka Alquran besar yang berada di tempat yang telah disediakan dan mulai membaca surah Al Kahfi. Setelah ayat terakhir, yaitu ayat 110 dari surah Al Kahfi terbaca, saya pun berdoa di Raudhah yang ditandai dengan karpet berwarna hijau yang artinya sudah berada di Raudhah. Berada di Raudhah, hati ini merasakan kenikmatan yang tak terhingga.

Dan tak terasa, air mata jatuh tidak terbendung dan dilanjutkan terus dengan membaca surah Maryam hingga ayat ke 58 berbunyi, “Sujjadan wabukiyyaa” yang dilanjutkan dengan sujud sajdah hingga adzan zuhur berkumandang. Rasulullah SAW bersabda: “Apabila anak Adam membaca ayat Sajdah, lalu dia sujud; maka syaitan jatuh sambil menangis. Katanya, “Celaka aku! Anak Adam disuruh sujud, maka dia sujud, lalu mendapat syurga. Aku disuruh sujud, tetapi aku menolak maka untukku neraka”. (HR Bukhari dan Muslim)

Kami lanjutkan kemudian dengan salat sunnah dua rakaat dengan posisi tubuh yang tidak stabil, karena berdesakan dengan jamaah lainnya yang juga menunaikan salat sunnah. Setelah salat zuhur selesai, saya mencoba untuk salat sunnah kembali, namun aparat kepolisian sudah memberi aba-aba, kalau waktunya sudah habis dan harus meninggalkan Raudhah lewat makam Rasul, Abu Bakar dan Umar.

Perasaan hati saya bercampur, antara sedih dan gembira tak tertahankan, karena akhirnya saya bisa membaca Alquran, salat, berzikir dan berdoa di Raudhah yang menjadi impian setiap orang islam di seluruh dunia


Raudhah yang selalu di rindukan


Jamaah berbondong-bondong salat di Raudhah


Berfoto bersama di depan Masjid Nabawi


Saya menyempatkan diri untuk foto di depan Masjid Nabawi

Payung raksasa sedang terkembang


Inilah payung raksasa yang sudah berkembang menutupi halamana masjid Nabawi


Hotel Jawharat al Fairuz tempat kami menginap

0 komentar:

Posting Komentar