Salam alaikum sobat Ruang, berjuang melawan kehendak nafsu memang bukan perkara mudah, apalagi dikehidupan akhir zaman yang semakin menggila ini. Beruntunglah orang yang sudah bisa mengendalikan nafsu mereka, dan memiliki nafsu yang dirahmati oleh Allah ta'ala. Sifat nafsu judul tulisan kali ini, semoga bermanfaat.
"Segala puji bagi Allah, kita memohon pertolongan, penunjuk dan keampunan Nya. Kita berlindung kepada Nya dari kejahatan kejahatan nafsu kita dan keburukan keburukan perbuatan kita"
Diriwayatkan oleh Tarmizi, Nasa’I, Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad
Pengajaran dari hadis 1. Kita berlindung dari sifat nafsu dan perbuatannya 2. Kita berlindung dari siksaan dan sebabnya Perbuatan buruk termasuk dalam kejahatan kejahatan nafsu.
Apakah maksud ‘aku berlindung kepada Mu’ dari kejahatan yang menimpa ku kerana balasan dari perbuatan ku atau perbuatan ku yang buruk? Pendapat pertama lebih tepat, kerana berlindung dari perbuatan buruk setelah berlaku perbuatan buruk itu, tidak ada cara lain kecuali memohon pertolongan dari balasan, jika tidak tentu tak mungkin sesuatu perbuatan buruk dihapuskan begitu saja tanpa balasan. Ulama’ bersepakat nafsu adalah penghalang hubungan hati sampai kepada Allah. Allah tidak akan menghubungkan dengan sesiapa yang hatinya dikuasai oleh nafsu, kecuali setelah dia telah menghancurkan dan menewaskan nafsunya.
Terdapat dua jenis manusia:
- Orang yang kalah dan tewas kepada nafsu sehingga ia tunduk dan mengikut perintah perintah nafsunya.
- Orang yang berjaya mengalahkan dan memaksa nafsunya sehingga nafsu mengikut perintahnya. Perjalanan orang orang yang mencari kebaikan ia berakhir dengan mengalahkan nafsu.
Allah berfirman dalam ayat 37 – 41 dari an Naazi’aat:
فَأَمَّا مَن طَغَىٰ (٣٧) وَءَاثَرَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا (٣٨) فَإِنَّ ٱلۡجَحِيمَ هِىَ ٱلۡمَأۡوَىٰ (٣٩) وَأَمَّا مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفۡسَ عَنِ ٱلۡهَوَىٰ (٤٠) فَإِنَّ ٱلۡجَنَّةَ هِىَ ٱلۡمَأۡوَىٰ (٤١
Maka (dapatlah masing-masing mengetahui kesudahannya); adapun orang yang melampau (perbuatan derhakanya); (37) Serta dia mengutamakan kehidupan dunia semata-mata; (38) Maka sesungguhnya Neraka Jahanamlah tempat kediamannya. (39) Adapun orang yang takutkan keadaan semasa dia berdiri di mahkamah Tuhannya, (untuk dihitung amalnya), serta dia menahan dirinya dari menurut hawa nafsu; (40) Maka sesungguhnya Syurgalah tempat kediamannya. (41)
Sifat Nafsu
Nafsu muthma’innah
يَـٰٓأَيَّتُہَا ٱلنَّفۡسُ ٱلۡمُطۡمَٮِٕنَّةُ (٢٧) ٱرۡجِعِىٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً۬ مَّرۡضِيَّةً۬ (٢٨
"Hai nafsu muthma’innah, kembalilah kepada Allah dengan hati yang puas lagi diredhai" Al Fajr: 27-28
Pendapat ahli tafsir tentang ‘hai nafsu muthma’innah’:
Ibnu Abbas berkata; erti hai jiwa yang percaya Qatadah berkata; ia adalah jiwa yang beriman, jiwa yang tenang dengan apa yang dijanjikan Allah
Al Hassan berkata; yang merasa tenang dengan apa yang difirmankan Allah dan percaya dengan firmanNya
Mujahid berkata; ia adalah jiwa yang kembali dan tunduk kepada Allah dan yakon bahawa Allah adalah Tuhannya, ia merasa tenang dengan perintahNya dan mentaatiNya serta yakin pasti berjumpa denganNya
Hakikat muthma’innah (ketenangan) ialah diam dan menetap yakni ia benar benar menetapi Allah dengan mentaati perintahNya.
Nafsu ammarah bis suu’
Allah SWT menggambarkan nafsu ‘ammarah’ (banyak memerintah) dengan kejahatan, tidak mengatakan ‘amirah’ (yang memerintah) kerana begitu banyak kejahatan kejahatan yang diperintah oleh nafsu, itulah kebiasaan dan adapt nafsu, kecuali jika Allah merahmati dan menjadikannya bersih sehingga memerintah pemilik nafsu pada kebaikan. Itu kerana rahmat Allah bukan kerana nafsu.
Pada hakikatnya nafsu banyak memerintah pada kejahatan, sebab pada dasarnya ia diciptakan dalam keadaan bodoh dan zalim, kecuali kerana rahmat Allah. Justeru itu Rasulullah saw sentiasa memohon perlindungan Allah dari kejahatan nafsu.
Nafsu lawwamah
Adakah ia dari perkataan ‘talawwum’ (berubah rubah dan ragu ragu) atau dari perkataan ‘al lawwum’ (tercela)
Pendapat Salafus solih diantaranya:
Said bin Jubair berkata; ‘aku bertanya kepada Ibnu Abbas.. apakah al lawwamah? Beliau menjawab; iaitu nafsu yang tercela Mujahid berkata; ia adalah nafsu yang sangat menyesali apa yang telah berlalu dan mencela diri sendiri
Qatadah berkata; ia adalah nafsu yang hanyut dalam kemaksiatan
Ikrimah berkata; ia adalah nafsu yang mencela pada kebaikan dan keburukan Atha’ bin Abbas berkata; setiap nafsu mencela dirinya pada hari kiamat. Orang yang berbuat baik mencela nafsunya mengapa ia tidak menambah kebaikan dan orang yang berbuat kejahatan mencela nafsunya mengapa ia tidak berhenti dari kemaksiatannya Al Hasan berkata; sesungguhnya seorang mukmin itu demi Allah tidak anda dapati kecuali dia mencela nafsunya pada setiap keadaan. Ia selalu merasa kurang dengan apa yang ia kerjakan sehingga ia menyesali dan mencela nafsunya. Ada pun orang yang hanyut dan tenggelam dalam maksiat ia tetap melenggang terus dengan tidak mencela dirinya.
Itu adalah sebahagian dari ungkapan ulama’ yang berpendapat ‘al lawwamah’ berasal dari perkataan ‘al laum’.
Ada pun mereka yang berpendapa bahawa ‘al lawwamah’ berasal dari perkataan ‘talawwum’ kerana nafsu itu selalu ragu ragu dan sering berubah rubah dan ia tidak tetap dalam satu keadaan.
Pendapat pertama lebih kuat kerana ‘talawwum’ (selalu berubah rubah dan ragu ragu) merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari ‘al laum’ (tercela)
Nafsu menyeru kepada kedurhakaan dan mengutamakan dunia, sedangkan Allah menyeru hamba Nya agar takut kepada Nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsu. Hati berada di antara kedua-dua seruan itu, terkadang ia berminat dengan seruan nafsu dan terkadang ia berminat dengan seruan Allah.
Demikian, postingan kali ini SIFAT NAFSU semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar