Wang Thai He, semenjak kecil telah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Sewaktu dia berusia 15 tahun, pernah sekali dia bertemu dengan seorang peramal yang berjubah kuning. Kemudian dia mengundang orang itu untuk meramal basibnya.
Peramal itu mengatakan, " Anda disaat berusia tujuh tahun telah kehilangan ayah, pada usia delapan tahun telah ditinggal pergi oleh ibumu.
Antara usia tiga belas tahun sampai empat belas tahun, semua pelajaran yang kamu pelajari semakin maju, tetapi sewaktu memasuki usia lima belas tahun sampai enam belas tahun anda akan mengalami kesusahan. Dapur anda akan kosong, kelak anda akan memperisteri seorang gadis buta dan ditakdirkan selama satu kelahiran ini hidup dalam kemiskinan. Ah ..sudahlah tidak perlu diramal lagi.
Thai He setelah mendengar semua itu, hatinya menjadi tidak tenang. Kemudian dia berpikir, " Semua ini tidak boleh terjadi, tapi kalau semua yang diramal itu benar-benar terjadi, tidak hanya diriku yang akan hidup susah, tetapi gadis yang dijodohkan oleh orang tuaku sejak kecil itu juga akan ikut hidup dalam penderitaan, maka lebih baik pernikahan ini dibatalkan saja, agar sang gadis dapat menghindari diri dari penderitaan ini.
Maka keesokan harinya, dia segera berangkat ke rumah calon mertuanya. Di tengah perjalanan dia menemukan sebungkus emas yang tergeletak di tengah jalan. Dia langsung mengambilnya, lalu dalam hatinya dia berpikir bahwa sang pemiliknya pasti akan kembali untuk mencarinya, kemudian dia menyembunyikan emas itu di dalam semak belukar, sambil menunggu sang pemilik datang. Setelah menunggu sampai keesokan harinya, disaat matahari tenggelam, barulah dia melihat ada seseorang yang mengendarai kuda mendatanginya dan bertanya apakah dia ada melihat sebuah buntalan uang.
Thai He berkata, " Memang ada, tetapi buntalan yang anda cari itu di dalamnya berisi apa ?" Lalu orang itu berkata, " Di dalamnya berisi emas, mungkin karena kurang hati-hati buntalan itu telah terjatuh sewaktu kemarin saya melewati tempat ini, maka itu saya kembali untuk mencarinya, apabila tidak ketemu buntalan itu, maka saya tidak dapat hidup lagi.
Thai He lalu mengembalikan buntalan yang berisi emas kepada orang itu, sehingga orang itu merasa amat girang. Kemudian setelah mengucapkan terima kasih, dia berkata, " Anda telah menyelamatkan jiwa saya ! Tetapi karena saya telah keluar dari rumah cukup lama, majikan saya pasti tidak akan percaya, maka lebih baik anda ikut bersama saya untuk memberi penjelasan kepada majikan saya.
Thai He akhirnya mengikuti orang itu dan setelah memberi penjelasan, pihak tuan rumah ingin memberikan beebrapa tael emas kepada Thai He sebagai tanda terima kasih, namun Thai He menolaknya. Dan setelah menginap semalam, dia pun pergi menuju ke rumah calon mertuanya.
Sang mertua merasa sangat gembira melihat menantunya telah datang, lalu beliau pun mempersiapkan arak untuk perjamuan makan. Dalam perjamuan makan sang mertua bertanya, " Menantuku yang baik, kudengar dari orang-orang bahwa kedua orang tuamu telah meninggal dunia, sehingga keadaan keuangan kamu juga sedang mengalami masalah, apakah ini benar ?"
Thai He menjawab, " Memang benar adanya dan justru saya datang kemari untuk membicarakan masalah ini. Saya takut tidak bisa membahagiakan putri anda dan hanya akan membuat sia-sia kehidupan putrimu."
Sang mertua setelah mendengar perkataannya itu, tidak mampu lagi menahan tangisnya. Thai He menjadi heran dan bertanya apa sebabnya. Sang mertua berkata, " Calon istrimu sejak mendengar keadaan keluargamu, setiap hari meneteskan air mata, walaupun saya telah menghiburnya, namun semuanya hanya sia-sia belaka. Dan karena terus-menerus menangis terlewat batas, maka kedua matanya telah menjadi buta.
Wang Thai He setelah mendengar perkataan mertuanya itu, menghela nafas dan berpikir di dalam hati bahwa senua yang diramalkan oleh peramal itu sangat tepat adanya, nasibnya memang telah ditentukan untuk menderita. Sang peramal juga mengatakan, dapurnya akan kosong, dalam satu kehidupan ini akan hidup susah, istri akan menjadi buta, selamanya tidak mungkin lepas dari penderitaan ini.
Dia yang sebenarnya ingin membatalkan pernikahan ini, akhirnya justru berkata, "Ayah mertua janganlah bersedih hati, saya pasti akan menikahi putri anda dan akan dengan sepenuh hati membuatnya bahagia." Mertuanya setelah mendengar perkataan calon menantunya abrulah berhenti menangis, ahtinya menjadi tergugah oleh keputusan Thai He dan beliau memberinya lima hektar sawah, dua orang pekerja, dua orang pelayan, serta memilih hari ayng baik untuk pernikahannya dan juga mmebangun sebuah rumah untuknya.
Sehabis melaksanakan upacara pernikahan, pada saat malam harinya, istrinya mendadak melihat ada bayangan semangkuk emas yang sedang berputar di hadapannya. Sampai malam yang ketiga barulah dia memberitahu suaminya. Dalam hati Thai he berpikir bahwa bayangan mangkuk emas yang tidak nyata itu termasuk emas negatif, sedangkan istrinya memiliki satu jepitan rambut emas yang nyata, dapat termasuk emas positif. Maka dia menyuruh istrinya mencopba untuk melempar jepitan rambut emasnya ke dalam bayangan mangkuk emas yang dilihatnya itu, setelah dilakukan ternyata jepitan rambut emas itu jatuh tertancap di tanah.
Keesokan harinya, Thai He sendiri yang menggali tanah tempat tertancapnya jepitan rambut itu dan dia menemukan banyak sekali emas yang tetimbun di dalamnya. karena kejadian aneh ini, Wang Thai He dalam sehari saja mendadak telah menjadi seorang yagn kaya raya, sehingga dia menganggap bhiksu poramal itu telah membohonginya dan berpikir bahwa semua bhiksu dan pendeta adalah penipu. Maka dia tidak peduli lagi terhadap bhiksu atau pengemis yang datang minta sedekah.
Pada suatu hari, Buddha Chi Kung bersama para pejabat setempat ingin membangun sebuah jembatan. Setelah diketahui bahwa di daerah itu terdapat lima orang hartawan dan Wang Thai He merupakan hartawan urutan yang pertama. Namun karena Wang Thai He tidak bersedia beramal, sehingga keempat hartawan lainnya itu juga menjadi enggan untuk beramal. Buddha Chi Kung yang mendapat tugas untuk mengumpulkan dana, mendatangi rumah Thai He untuk memberi nasehat kepadanya, tetapi pelayan hartawan Wang begitu melihat kedatangan Buddha Chi Kung langsung berkata, " Pergi ! Pergi ! Kalau diketahui oleh majikanku, anda pasti diusirnya !".
Buddha Chi Kung tidak memperdulikan mereka, belaiu hanya menuliskan beberapa kata ditembok dekat pintu masuk rumah Wang Thai He lalu pergi. Sewaktu hartawan Wang keluar, dia melihat di tembok itu ada tulisan yang berbunyi :
" Umur tujuh tahun kehilangan ayah, umur delapan tahun kehilangan ibu, menemukan buntalan emas dan dikembalikan kepada pemiliknya, melihat calon istri buta, tidak tega untuk meninggalkannya, semua kekayaan didapatkan dari ketulusan hati yang menggugah hati Tuhan, tetapi kalau masih belum merasa puas dan tetap menolak untuk beramal, kelak janganlah menyesal atau menyalahkan Tuhan."
thai He setelah membaca sajak itu langsung berkeringat dingin, dalam hatinya dia berpikir bahwa bhiksu ini dapat mengetahui semua rieayatnya, pastilah bukan orang yang sembarangan. Kemudian tanpa diminta, beliau langsung menyumbang sepuluh ribu tael emas untuk membangun jembatan " Pai Yen Chiao ". Beliau juga mengangkat Buddha Chi Kung sebagai gurunya, serta berikrar akan dengan setulus hati membina diri dan berbuat kebaikan.
Melihat ketulusan hatinya, Buddha Chi Kung akhirnya memberi beliau sebutir pil Dewa untuk menyembuhkan mata istrinya. Setelah matanya sembuh, nyonya Wang juga mengangkat Buddha Chi Kung sebagai gurunya dan membangun sebuah ruang kebaktian di rumahnya untuk bersembahyang kepada Buddha setiap hari.
Wu Ik Ce membuat tiga buah syair yang berbunyi :
"Mulanya dapur akan kosong hampa,
Ditakdirkan akan selalu menderita,
Menemukan emas tapi tidak diambilnya,
Sehingga merubah semua nasibnya. "
"Merasa kasihan kalau istri ikut menderita,
Ingin membatalkan acara nikah,
Setelah tahu mata calon istrinya telah buta,
Tidak mengeluh, tetap menikahinya."
"Nasib miskin berubah menjadi kaya raya,
Ketulusan hati mengharukan Tuhan kita,
Buddha Chi Kung menyembuhkan mata istrinya,
Suami istri membina diri, berhasil kembali ke Nirwana."
0 komentar:
Posting Komentar