Jumat, 20 Januari 2012

KISAH KUE KERANJANG

Sebentar lagi perayaan tahun baru Imlek tiba. Tradisi perayaan tahun baru Imlek juga tampak dari hidangan kue yang disajikan. Salah satu kue yang cukup populer pada saat perayaan tahun baru Imlek adalah kue keranjang bulat.

KUE bakul juga menjadi maka­nan wajib dan khas saat pera­yaan Imlek. Biasanya penganan yang disapa kue keranjang ini juga kerap digunakan menjadi persembahan di altar sembah­yang.

Dalam sejarah Tiongkok, kue berasa manis ini menjadi makanan populer di Tahun Ba­ru Imlek. Malah konon kabar­nya, orang Tionghoa di RRC sebelum makan nasi mereka biasanya memakan kue bakul dulu, terutama pada hari Ta­hun Baru. Maksudnya, agar ta­hun itu lebih baik dari tahun sebelumnya.

Menurut tradisi orang Ti­onghoa, ”tie kue” atau kue ba­kul ini dianggap penting dan dipergunakan untuk sajian di meja abu leluhur orang Ti­ong­hoa. Kue keranjang bukan hanya sekadar tradisi saja, namun ada kisah yang melatar belakanginya.

Zaman dahulu, rakyat Tiongkok percaya bahwa anglo ( tempat masak ) dalam dapur di setiap rumah ada dewa-nya yang dikirim oleh Yik Huang Shang Ti ( Raja Surga ). Dewa itu juga sering dikenal dengan sebutan Dewa Tungku, yang ditugaskan untuk mengawasi segala tindak tanduk dari setiap rumah dalam menyediakan masakan setiap hari.

Pada jaman dahulu kala, tersebutlah sepasang suami istri yang hidup serba berkecukupan. Sebut saja namanya Tuan Po dan Ny. Po. Sebelum kimpoi dengan Ny. Po, Tn. Po adalah orang yg hidup pas-pasan. Namun berkat rejeki yang dibawa oleh istrinya, perlahan-lahan usaha Tn. Po semakin maju.

Ny. Po adalah seorang yang berhati mulia dan selalu menolong orang yang kesusahan. Karena itulah ia dikaruniai rejeki yang besar oleh Dewa-dewa di langit. Kemanapun ia pergi, rejeki selalu mengikutinya. Bahkan ketika kimpoi dengan orang miskin, rejekinya pun menular ke suaminya sehingga menjadi kaya. Akhirnya usaha Tn. Po pun semakin maju dan mereka hidup bahagia.

Namun, sayangnya kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Tn.Po pada dasarnya memang mempunyai watak egois dan suka menang sendiri. Sejak kehidupannya membaik, teman-temannya sering bergunjing di belakangnya bahwa kehidupannya tidak akan berubah kalau dia tidak kimpoi dengan istri yang membawa rejeki.

Sejak mendengar itu Tn.Po menjadi kesal kepada istrinya. Dia tidak percaya bahwa istrinya lah yang membawa rejeki kepadanya. Maka suatu hari ia berniat mencobai "rejeki" istrinya itu...

Dibawanyalah segenggam kacang tanah yg masih ada kulitnya kepada istrinya. Lalu dia mengadakan permainan memilih kacang, siapa yang memilih kacang yang isinya paling besar maka dialah yang menang. Dasar mau menang sendiri, Tn.Po pun mengambil kacang yang paling besar lebih dulu. Giliran Ny.Po, ia hanya memilih sembarangan.

Saat dibuka kulitnya, ternyata kacang yang dimiliki Tn.Po isinya sangat kecil, sedangkan kacang yang dipilih Ny.Po malah mempunyai isi yang padat dan lebih besar. Tidak puas dengan itu, Tn.Po pun mengulangi permainan itu berulang-ulang, namun selalu kalah terus karena memang rejeki istrinya yang sangat besar itu. Akhirnya Tn. Po menjadi sangat gusar dan diusirnya istri yang telah memberinya rejeki berkelimpahan itu dengan kejamnya.

Setelah diusir, Ny. Po menjadi sebatang kara dan mengembara. Suatu hari ia sedang berjalan melintasi sebuah gubuk reyot, ketika mendengar suara rintihan seorang wanita. Heran bercampur iba, iapun masuk ke gubuk itu. Ternyata didalamnya ada seorang nenek tua yang sedang sakit keras. Ny.Po segera merawat nenek itu seperti ibunya sendiri. Ternyata anak dari nenek itu tidak sempat mengurus ibunya karena harus bekerja di ladang. Karena hatinya yang sangat mulia, Ny.Po memutuskan untuk tinggal sementara disitu sampai nenek itu sembuh.

Singkat cerita, nenek itu pun sembuh dan akhirnya Ny.Po pun menikah dengan anak dari nenek itu. Dasar pembawa rejeki, tidak lama setelah pernikahannya, derajat kehidupan suami yang baru dinikahinya itu pun berangsur membaik. Dari buruh tani miskin akhirnya suaminya menjadi seorang petani kaya raya yang memiliki sawah luas dan hidup serba berkecukupan.

Suatu ketika terjadi musim paceklik yang hebat di wilayah itu, yang membuat banyak orang menderita kelaparan. Namun tidak demikian halnya dengan sawah yang dimiliki oleh Ny.Po yang terus menghasilkan di musim paceklik sehingga lumbung padinya selalu penuh terus. Terdorong oleh jiwa sosialnya yang sangat tinggi, maka Ny.Po membuka lumbungnya dan membagi-bagikan berasnya secara cuma-cuma kepada orang-orang yang membutuhkan. Setiap hari dari siang sampai sore ia membagi-bagikan beras di lumbungnya secara cuma-cuma.

Maka berduyun-duyunlah orang datang dari seluruh wilayah yang mengalami paceklik. Kabar itu juga sampai ke telinga Tn. Po yang sekarang sudah jatuh miskin karena rejekinya telah dibawa pergi oleh Ny.Po! Semenjak kepergian istrinya, satu persatu musibah datang menimpanya, akhirnya ia pun jatuh miskin dan kehilangan semua kekayaannya. Dalam keadaan miskin dan lapar ia pergi ke rumah yang menawarkan beras cuma-cuma itu, tanpa menyadari bahwa yang membagikan beras itu adalah istri tersayang yang sudah diusirnya....

Akhirnya ia pun sampai di antrian orang yang mengantri beras. Ny. Po menyerahkan urusan membagi beras itu kepada pesuruhnya, sehingga Tn.Po tidak melihatnya di situ. Namun dasar sial, Tn.Po selalu gagal mendapatkan jatah, karena jam pembagian beras selalu habis sebelum tiba gilirannya. Tiga hari berturut-turut selalu gagal mendapatkan beras, akhirnya Tn.Po pingsan menahan lapar.

Si pesuruh yang bertugas membagikan beras, segera membawanya ke belakang rumah, yaitu ke bagian DAPUR rumah itu. Mendengar ada orang pingsan, Ny.Po segera datang dan terkejut melihat bahwa orang yang pingsan di dapurnya itu adalah mantan suami yang dulu pernah mengusirnya....

Maka Ny.Po pun segera menyuruh pembantunya menyiapkan makanan untuk mantan suaminya. Ny. Po masih bingung dengan cara apa ia harus memberitahu identitas dirinya kepada Tn. Po. Ia harus melakukannya tanpa ketahuan orang lain. Akhirnya ia mendapatkan suatu cara, yaitu dengan menunjukkan cincin kimpoi lamanya kepada sang mantan suami. Ny.Po lalu mengambil cincin kimpoi lama yang masih disimpannya itu dan menyembunyikannya di bawah nasi di dalam mangkuk nasi yang akan diberikan kepada Tn. Po...

Malam itu, akhirnya Tn.Po sadar dari pingsannya. Si pesuruh yang telah menungguinya di dapur segera menyuruhnya makan. Ia pun ditinggal di dapur itu dan dibolehkan beristirahat di sana. Saat sedang menyendok nasinya, sendoknya terbentur oleh sebuah benda keras. Setelah diperiksa ternyata benda itu adalah sebentuk cincin, yang ternyata adalah cincin yang pernah diberikannya kepada mantan istrinya.

Saat itu pula ia tersadar bahwa orang baik hati yang telah memberinya makan di saat ia kelaparan adalah mantan istrinya yang dulu pernah diperlakukan secara kejam dan diusirnya semena-mena.

Saat itu juga timbul penyesalan dan rasa malu yang tiada terhingga menyerang dirinya. Sebelum menghabiskan makanannya, ia mengambil sebuah tali dan langsung menggantung dirinya sampai tewas di dapur itu.... Sejak itu lah orang percaya bahwa jiwanya selalu menghantui dapur di rumah itu dan juga dapur yang ada di rumah lainnya.

Akhirnya orang mulai menyembahyangi dia sebagai DEWA DAPUR (Cuo Sen) dan menganggapnya sebagai utusan dari Kaisar Langit ( Thian Ti ), pemimpin segala dewa, yang bertugas untuk menyelidiki perilaku setiap manusia di bumi melalui dapur rumahnya masing-masing.

Berkembang juga kepercayaan bahwa Dewa Dapur akan melaporkan hasil penyelidikannya itu kepada Kaisar Langit setiap menjelang Tahun Baru Imlek, tepatnya seminggu sebelum Imlek, yaitu tanggal 24 bulan 12 tahun Imlek. Agar sang Dewa Dapur tidak melaporkan hal-hal yang buruk-buruk kepada Kaisar Langit, maka ia perlu dijamu dan disuap dengan kue-kue, manisan, dan buah-buahan yang serba enak.

Dan salah satu kue yg sangat disenanginya adalah kue manis yang terbuat dari bahan beras ketan, yang kemudian disebut Nian Gao ( Kue Tahun Baru ) atau yang di Indonesia dikenal dengan nama Kue Keranjang atau Kue Manis.

Dalam menyajikan kue untuk Dewa Tungku, kue keranjang yang manis tersebut, juga ditentukan bentuknya yakni harus bulat. Hal ini bermakna, keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat berkumpul ( minimal ) satu tahun sekali, serta tetap menjadi keluarga yang bersatu, rukun, bulat tekad dalam menghadapi tahun baru yang akan datang. Tradisi ini pun dibawa terus secara turun temurun, sampai sekarang ini.

Seluruh warga menyediakan dodol manis yang disajikan dalam keranjang, yang disebut kue keranjang. Kue keranjang itu berbentuk bulat, mengandung makna agar keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang.

Kue keranjang disajikan di depan altar atau di dekat tempat sembahyang di rumah.Kue keranjang ( sering disingkat Kue ranjang) yang disebut juga sebagai Nian Gao yang mendapat nama dari wadah cetaknya yang berbentuk keranjang adalah kue yang terbuat dari tepung ketan dan gula. Kue ini merupakan salah satu kue khas atau wajib perayaan tahun baru imlek.

0 komentar:

Posting Komentar