Berikut kisah cerita lucu tentang Einstein ilmuwan mabuk cinta.
Dalam dunia sains, selain berkutat dengan penelitian yang super ribet dan melelahkan serta memakan banyak biaya, para saintis juga mengisi waktu dan ketekunan mereka dengan jeda. Jeda itu mereka sebut humor, joke atau mob atau orang Manggarai Flores bilang 'tombo bop'. Salah satu yang paling terkenal (dari sedikit yang pernah saya dengar) adalah tentang humor tentang Om Kumis Putih Einstein.
Khabarnya, sesaat setelah menemukan rumus E=MC2, Einstein (E) bersantai dengan seorang Pramuria cantik sebut saja namanya Marry Christie (MC) di sebuah Cafe (Einstein hidup pada tahun belum ada Cafe, sehingga jelas ini pencemaran nama baik dan saya mungkin akan kena pasal dari Undang-undang informasi transaksi elektronik, ya kami sanggup!!!). Einstein sudah dalam keadaan setengah mabok ketika tiba-tiba ngobrol soal pernikahan.
Dia sebenarnya jatuh cinta pada pandangan pertama tetapi situasi 'sadar' membuatnya tidak berani bicara, sehingga butuh beberapa teguk sopi (arak Manggarai Flores) Beberapa tahun kemudian, situasi yang dialami Einstein saya saksikan lagi pada seorang teman saya. Beberapa tahunnya lagi, saya sadar bahwa ini sebenarnya adalah situasi yang dialami oleh banyak pria di luar sana (untuk tidak menyebut diri sendiri)
Berikut percakapan mereka:
E: (Tanpa tedeng aling-aling) Kau mau menikah denganku?
MC: (Heran tapi tetap menjawab, maklum pelanggan) Beri saya alasan yang kuat mengapa saya harus menikah dengan kau!
E: (Semakin mabok semakin PD) Karena saya pintar dan kau cantik
MC: Maksud Lo... (ini pramuria sepertinya pernah kerja di Jakarta :-))
E: Maksud gue... (Enstein terbawa suasana hehehe) kalo kita menikah, kita pasti punya anak yang cantik seperti ibunya dan pintar seperti bapaknya...
MC: Aduuu... kau PD sekali tah (ni pramuria orang Jakarta ato Manggarai e, koq pake dialek Manggarai?)
E: Knapa e... (Einstein benar-benar terbawa suasana, sekarang dia pake logat Manggarai yang super kental)
MC: Iya ka, kau PD skali kita pu anak bisa jadi begitu. Kalo sebaliknya bagaimana? (ni Pramuria su mulai tertarik dengan Enstein, buktinya dia bilang KITA PU ANAK). Tiba-tiba anaknya bodoh seperti saya dan jelek seperti kau, kan parah... Kau pikir-pikir lagi dulu e.
E: (termenung... pengaruh alkohol semakin parah... tidur di bar dalam keadaan seratus persen lega karena su ungkap) Zzzzzz..
MC: (memandang Einstein penuh perhatian)... hhhh.... Tapi bisa jadi kau benar e, apa pun resikonya saya sanggup.
You see, sang pramuria sama sekali tidak peduli dengan singkatnya waktu PDKT sang maestro. Dia hanya percaya bahwa saat hatinya bicara, waktu tak lagi jadi ukuran. Pengunjung Cafe yang lain mungkin bilang, "Kalian kan belum lama saling kenal!" tetapi pramuria cantik itu yakin, mereka (Marry Christie dengan Enstein) ada bertaut hati di garis yang sama.
Sayang memang karena beberapa bagian dari memori saya corrupt dan tidak bisa mengingat apakah kisah 'ungkap dalam keadaan mabok' ini berujung pada pernikahan. Kisah ini adalah satu dari sekian banyak bacaan 'tak sesuai umur' yang saya baca ketika masih sekolah dasar. Dan semakin saya berusaha mengingat, endingnya semakin tak jelas dan saya takut menceritakannya lagi. Bukankah sesuatu yang tidak jelas tetapi terus diceritakan kembali malah akan mengaburkan posisi cerita; fakta atau sudah bercampur imajinasi?
Tetapi sebenarnya beberapa hal yang saya tangkap dari cerita (yang saya ceritakan lagi) tadi adalah:
Pertama; situasi bagaimana kau jatuh cinta adalah sesuatu yang sulit terbahasakan. Beberapa orang akan bertanya-tanya tentang bagaimana kau jatuh cinta dan berharap akan mendapat jawaban rasional, tetapi yang bisa kau buat adalah mengulang-ulang jawaban yang sama; saya jatuh cinta, itu saja.
Kedua; dalam kisah kau jatuh cinta, takaran waktu (sama seperti rasio) juga akhirnya tidak lagi berjalan wajar. Sehari = 24 jam = 1440 menit tidak lagi bisa dipakai untuk mengukur. Yang lama bagi orang lain (yang tidak sedang jatuh cinta), bisa jadi justru menjadi sangat cepat untuk kita. Ngobrol selama dua jam akan terasa seperti baru bicara dua menit. Deskripsi ini mungkin terdengar seperti kuno, tapi seperti Corrine Bailey Rae bilang 'U don't know what Love Can Do til it Happens to You'
Ketiga; kau sungguh tak bisa memilih kepada siapa harus jatuh cinta. Seorang peneliti dan orang pintar sekelas Einstein jatuh cinta pada pramuria (PS: Di jaman kuno pramuria masuk dalam strata sangat rendah dan berada pada deretan 'pemuas nafsu'; beberapa sinetron kita juga mengekalkan pandangan ini... dan saya heran hehehe), juga adalah hal yang bagi banyak orang tidak masuk akal. Jika anda juga berpendapat demikian, liat kembali film-film romantic drama yang pernah kalian tonton dan lihat berapa banyak 'situasi' tidak masuk akal juga terjadi di sana.
Keempat; melamar dan dilamar (untuk menikah) adalah situasi unpredictable sesungguhnya. Bisa jadi kau (pria) sudah mempunyai skenario bagaimana melamar kekasihmu dan kau (wanita) juga sudah mempunyai cita-cita terpendam tentang bagaimana nantinya kau ingin dilamar, tetapi sorry to say.... sepertinya akan sulit terwujud. Penggambaran pria melamar dan wanita dilamar hanya karena soal 'budaya' kita yang mengaturnya demikian padahal saya sendiri tidak setuju ;-)
Kelima; bagaimana kalian (ingin) melamar atau dilamar? Pertanyaan ini juga terbuka untuk yang sudah menikah hehehehe. Beberapa mungkin nyamannya seperti Einstein (setengah mabok dan berani), dan beberapa mungkin seperti Marry Christie (terheran-heran tetapi setuju)
Sumber : arminbell.multiply.com