GOAN SIAO adalah sebutan lain dari Goan Meh, yang berartiMalam Goan. Kata GOAN ini singkatan dari Siang Goan. Dan Siang Goan ini berarti bulan pertama tanggal 15. Sehingga Goan Meh berarti Malam Tanggal 15 atau Cap Go Meh. Cap Go = 15;Meh = malam. Malam tanggal 15 di mana sang rembulan berbentuk bulat penuh sempurna (purnama).
Jika Tahun Baru Imlek sebagian besar merupakan pesta keluarga, yang upacaranya dilakukan di dalam masing-masing rumah, maka Capgomeh merupakan pesta masyarakat yang upacaranya dilakukan di luar bangunan gedung rumah dan di jalan-jalan, berpusat pada kelenteng (tempat ibadat agama, kepercayaan dan tradisi Tionghoa).
Di pulau Jawa pesta Capgomeh terkenal juga sebagai pesta tengloleng (tanglung); oleh orang Belanda disebut “Lampionen feest” dan memang pada malam hari itu terlihat banyak berbagai macam bentuk lampu yang terbuat dari kertas atau kain yang dibawa oleh anak-anak atau para remaja di sepanjang jalan. Rumah penduduk pun rata-rata juga turut memasangnya, dan digantung di depan rumah.
Pesta Capgomeh memang terdiri dari banyak bagian yang mempunyai kaitan erat dengan agama, teristimewa yang cukup penting dan sentral, yaitu bagian prosesi yang intinya terdiri daritandu (”kio”) Toapekkong dan para Sinbing, diiringi oleh Liong(naga), Barongsay dan Samsi, dan menyusul karnaval danbalmasque (pesta bertopeng).
Tandu atau joli (kio) digotong, dikirab dan dibawa keliling untuk pesiar di dalam kota, melambangkan perluasan lingkungan dan radius Jagad Baru. Upacara kirab gotong Toapekkong adalah arak-arakan ritual yang bertujuan untuk menganulir atau meruwat alam lingkungan setempat untuk menolak bala, wabah, kesedihan dan lain-lainnya untuk diganti dengan kegembiraan, pembaharuan, kesuburan, ketertiban dan sebagainya.
Jaman dulu di kota Semarang upacara kirab sebagai arak-arakan ritual yang tampil di muka umum, minimal pasti ada seperangkat alat musik gamelan yang dimainkan (ditabuh) mengikuti jalannya upacara sambil turut dalam arak-arakan.
Pada umumnya semua penduduk di kepulauan Nusantara menyukai permainan tari Naga (Liong) dan merasa simpati karena arti perlambangnya juga baik yang mengarah kepada persatuan seperti mosaik dengan lingkungan yang ada, mengarah kepada persatuan bentuk terpadu dalam segala perbedaan sesuai dengan yang diserukan oleh Empu Tantular yaitu “Bhineka Tunggal Ika”.
Gagasan gambaran Naga adalah pesan suci agar supaya manusia mengerti cara hidup damai dalam segala perbedaan. Damai antar manusia, damai dengan lingkungan, damai dengan diri sendiri. Karena semua perbedaan itu berasal dan kembali mengarah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
LIONG (Naga) adalah binatang fabel, merupakan benih-benih yang diangkut dan diturunkan untuk turut memberi kesuburan pada Jagad Baru. Sepasang Naga yang biasa terdapat di atas bangunan Kelenteng adalah sepasang naga jantan dan naga betina yang bertanduk menjangan, berbadan ular, bersisik ikan, bercakar garuda, bertapak macan, berkumis kucing, berjenggot kambing, berperut katak, bermoncong buaya, dan bertaring singa. Naga adalah Avatar yang selalu muncul dalam pembuatan Jagad Baru yang ”tata-titi-tenterem, gemah ripah lohjinawi, kerta raharja”. Naga bernafaskan api merah dan air putih, dua unsur kehidupan yang saling bertentangan tetapi saling memerlukan. Naga dikatakan bangkit dari air putih dan timbul, bangkit mengejar mentari merah, melambangkan chaos menjadi kosmos, dan melambangkan pula “kehendak Tuhan dalam mengatur masyarakat dan keluarga”.
BARONGSAY merupakan makhluk fabel yang tampil dengan membawa tugas suci. Makhluk yang merupakan Avatar ini sebetulnya juga merupakan Utusan. Ia tampil dan muncul dari dasar sungai sambil membawa kitab Pakua untuk mengajarkan rahasia hukum alam semesta kepada manusia agar supaya dapat bebas dari kebodohan dan mendapatkan pengetahuan. Barongsay berarti kuda naga berkepala singa yang Guru. Ba/Be (Ma) berarti kuda, Long (Liong/Lung) berarti naga, sedangkan Say berarti singa/(Tze) berarti Guru.
SAMSI adalah semacam singa yang harus dimainkan dengan tiga kaki, kaki keempat selalu tidak boleh menyentuh tanah. Seperti Barongsay, Samsi juga dimainkan oleh dua orang. Di atas batok kepalanya selalu dilukiskan huruf ONG (WANG) yang berarti “Raja”. Terdiri dari 3 (tiga) garis horisontal, atas-tengah-bawah, dan garis keempat vertikal sebagai penghubung. Tiga garis horisontal melambangkan Langit, Bumi dan Manusia, atau sorga dunia masyarakat, garis keempat melambangkan “Satu Hukum Tuhan”.
API UNGGUN yang juga merupakan salah satu atraksi khas agamis ini diselenggarakan di depan klenteng. Api dibuat dari kayu atau arang. Di atas api itu lalu orang-orang yang intranceboleh berjalan, tetapi orang yang berjalan di atas api itu tidak selalu intrance (biasa disebut tangsin/tatung). Jika air yang beberapa hari sebelum Tahun Baru dipakai untuk menyucikan dan menyuburkan, api juga dipakai untuk memurnikan dan menumbuhkan. Api membakar semua sisa kekotoran dosa, nista, kesalahan dan sebagainya yang tidak dapat dicuci oleh air.
Sebelum acara prosesi di mulai, masih ada satu upacara simbolis yang cukup penting, yaitu upacara membanting ular. Upacara ini melambangkan “penghancuran terhadap kekalutan (chaos)”. Belakangan ini, yang dibanting bukan ular sesungguhnya tetapi boneka ular yang dibuat khusus untuk keperluan itu, dan upacara ini saat ini jarang dilakukan.
Perayaan itu ditutup dengan membanjirnya rakyat dari semua golongan, baik yang berjalan-jalan saja untuk menonton Lampu (lampion/tengloleng/tanglung), maupun untuk mengikuti karnaval atau prosesi, atau pun berkaul atau memohon enteng jodoh dengan melintasi tujuh jembatan atau ngibing di jalan-jalan sambil menyaru dengan topeng (balmasque). Di jalan-jalan, tua, muda berbaur merayakannya dengan berombongan. Biasanya tiap rombongan mengurung diri dalam lingkungan tali agar supaya tidak ada ”anggotanya” yang kesasar dan hilang dalam lautan manusia di pesta Cap Go Meh itu. Dalam pesta ini biasanya orang-orang menyamar dengan menggunakan pakaian yang aneh-aneh atau memakai topeng. Pria memakai pakaian wanita, wanita berdandan seperti pria. Orang menyamar dalam pesta Capgomeh ini katanya untuk “membuang sial”. Dan ada yang berpendapat, apabila orang sudah mulai berbuat demikian, maka orang itu harus melakukannya berturut-turut hingga sampai 7 kali, jadi harus menyamar pula selama 6 kali perayaan Capgomeh berikutnya. Yang wanita berjalan-jalan dengan membawa beberapa batang dupa (hio) dan mencari 7 buah jembatan. Pada tiap jembatan mereka mengibas-kibaskan pakaiannya agar semua kesialan yang ada dalam dirinya hilang/dibuang dan membakar batang dupa. Hal ini dianggap mendatangkan kebaikan.
Khususnya pada perayaan Capgomeh di mana Sang Rembulan untuk pertama kalinya mencapai kesempurnaan, hampir semua orang Tionghoa khususnya di Jawa Tengah menikmati makananLontong Capgomeh (opor Capgomeh), yaitu makanan Jawa yang dibuat dan dihidangkan khusus untuk malam Capgomeh.
0 komentar:
Posting Komentar