Walau Tionghoa adalah sukuku.
Walau ada tanda khusus di KTP-ku.
Walau “Cina Lu” jadi makianku
Walau minoritas adalah agamaku.
Namun,Karena aku terlahir di bumi pertiwi.
Karena aku bertumbuh di Sriwijaya
Karena aku sekolah yang berbahasa.
Dan,Selama aku masih makan padi petani desa.
Selama aku masih minum air Sukabumi.
Selama aku masih bernafas di udara Nusantara.
Selama aku masih ternafkah dari sang Nusa.
Dan juga,Akhirnya aku akan dikubur di tanah Jawa.Tanah yang ditebus dengan deru tangis pejuang kita.
Tanah yang ditebus dengan darah para Pahlawan bangsa.
Tanah yang tertumpah darah karena Jiwa dikorbankan.
Tanah yang direbut,
tanah yang diperjuangkan.Agar tanah tersebut menjadi merdeka untuk anak kita.
Maka,Mataku hanyalah untuk memperhatikan lelah saudaraku.
Tanganku hanyalah untuk membopong lemah saudaraku.
Otakku hanyalah untuk memikirkan nasib saudaraku.
Darahku hanyalah untuk menyelamatkan nyawa saudaraku.
Hatiku hanyalah untuk menyembuhkan luka perih saudaraku.
Karena…Jiwaku sudah kuserahkan untuk bangsaku. Bangsa Indonesia Bangsa yang masih berjuang untuk terus merdeka.Sebenar-benarnya,
Aku adalah orang Sumatera.
Aku adalah orang pribumi.
Aku adalah orang Indonesia.
Dan,Sebelum nafasku berhembus akhir.
Sebelum nyawaku kembali ke angkasa.
Sebelum kulitku menyatu ke tanah.
Aku akan terus berkarya bagi bangsaku.
Akan kuberikan hanya yang terbaik.
Yang terbaik dari tulang tenagaku.
Yang terbaik dari otot pikiranku.
Yang terbaik dari lubuk hatilku.
Agar Indonesiaku makin dihargai.
Agar Indonesiaku makin dihormati.
Agar Indonesiaku makin bersih.
Agar Indonesiaku makin putih.
Agar Indonesiaku makin wangi.
Agar Indonesiaku kembali bangga menjadi Indonesia…
Dan, agar saudaraku berhenti memanggilku Cina.
Karena aku adalah orang asli Indonesia. Aku juga orang pribumi…
Karena akupun terlahir dari Ibu Pertiwi empunya
Bumi Nusantara ini…
Ternyata, aku orang Pribumi…
Bukan orang Cina…
Renungan Hari Merdeka di akhir hari Jakarta, 17 Agustus 2010(Renungan batinku, Oey Tiong Beng yang dipaksa rezim Orde Baru untuk ganti nama, sehingga dipilihlah nama Krishnamurti, yang sekarang menjadi Mindset Motivator karena terinspirasi oleh Jiwa sang Proklamator)
Harapan Penulis
Semoga tulisan ini menjadi pesan untuk anak cucu saya di masa mendatang saat saya sudah tiada, juga keluarga Tionghoa lainnya. Berjuanglah untuk bangsa ini. Ini bangsa kita. Ini tanah air kita. Ini adalah hidup kita. Ini adalah cinta kita…Lahir di Indonesia.Hidup di Indonesia.
Matipun di Indonesia.
Maka hebatkanlah Indonesia.
Demikian artikel ini, yang saya tulis di bandara Soekarno-Hatta karena tertinggal pesawat menuju ke Jogjakarta.
Jakarta, 19 Agustus 2010 Krishnamurti, Mindset Motivator
0 komentar:
Posting Komentar