Salah satu cerita paling menarik bagi manusia dalam hidup ini adalah tentang cinta. Hampir dalam setiap film ataupun novel selalu kita dapati cerita cinta. Dalam syair-syair lagu juga banyak kita temui topik tentang cinta. Masalah percintaan ini selalu menjadi sebuah topik yang dominan dalam setiap budaya manusia di segala jaman, seakan-akan manusia tidak akan pernah bosan dengan cerita tersebut. Bahkan di antaranya ada yang menjadi legenda atau dongeng abadi, seperti roman Romeo dan Juliet, dongeng Putri Salju dan pangeran, dan lain-lain. Terkadang cerita berakhir dengan happy ending,tetapi juga tidak jarang ditutup dengan kesedihan. Terlepas dari ending yang bagaimanapun, kita selalu melihat adanya perubahan-perubahan dari senang ke sedih, dan sebaliknya. Ini selalu terjadi dalam setiap cerita percintaan yang selama ini kita ketahui. Seakan-akan hidup para tokohnya dipermainkan oleh cinta mereka tanpa berdaya merubahnya. Lalu bagaimana dengan cerita kehidupan percintaan kita sendiri? Apakah juga mengandung perubahan dan selalu naik turun? Benarkah kita juga dipermainkan oleh gelombang percintaan tanpa bisa mengendalikannya? Dalam pembahasan ini, percintaan harus kita lihat sebagai sebuah tahapan proses, dimana perasaan cinta itu muncul karena suatu proses.
Tahap pertama adalah tahap kontak awal pertemuan (saling melihat, bersentuhan tangan, bicara atau bahasa tubuh).
Tahap kedua adalah dimana seseorang mulai menyadari adanya sesuatu yang menarik dari si dia (wajah, gerak-gerik, suara, pribadi dan pemikiran).
Tahap ketiga adalah ketika seseorang merasakan kesan yang mendalam terhadap ketertarikan awal (terbayang-bayang selalu).
Tahap keempat adalah ketika seseorang mulai memandang sang idaman secara berbeda (segala sesuatu tentangnya terlihat berbeda, entah kelebihan maupun kelemahannya).
Tahap kelima adalah ketika dalam melihat perbedaan tersebut muncul perasaan suka atau cinta (menyenangi apapun dalam diri si dia). Kemudian pada tahap terakhir akan timbul sebuah kemelekatan dan takut kehilangan .
Jadi sebuah benih cinta tidak timbul begitu saja tetapi melalui proses yang cukup panjang. Memang proses itu bergerak dengan cepatnya, ketika seseorang sesaat memandang lawan jenis, maka tanpa disadari sesaat itu juga ia jatuh cinta
(cinta pandangan pertama). Ini biasanya didukung oleh kesan yang sudah lama terpendam seperti figur ayah/ibu, keinginan, cita-cita, trauma masa lalu, kenangan manis masa lalu dan lain-lain. Tetapi cinta kilat ini pada dasarnya tetap mengalami tahapan proses yang sama.
Karena semua hal inilah maka seperti dikatakan oleh Sang Buddha bahwa dukkha (penderitaan) itu muncul karena adanya pancakhanda (lima kelompok kehidupan) dalam diri kita. Inilah proses dari komponen batin dalam diri yang nyaris tidak kita sadari. Ketika seseorang gagal mendapatkan cinta dari orang yang dikasihinya, maka dia akan merasa sedih dan putus asa. Namun ketika sudah mendapatkan si idaman hati, muncullah konflik seperti cemburu,beda kepentingan, beda pemikiran dan lain sebagainya. Maka dalam perjalanan percintaan tersebut muncul kegelisahan, kebimbangan, kesedihan dan penderitaan. Ketika ditinggalkan oleh sang kekasih maka kesedihan akibat putus cinta akan muncul. Karena itu ada pernyataan bahwa rasa sakit yang paling menyakitkan bagi seseorang adalah bila ditinggal oleh kekasih. Dalam sejarah percintaan banyak sekali kita temui keputusasaan karena patah hati yang menyebabkan seseorang berbuat tidak masuk akal seperti bunuh diri, membunuh, menyiksa diri, atau berusaha membalas dendam. Ironisnya, ketika seseorang ditinggal kedua orang tua sekalipun, dia tidak akan melakukan bunuh diri. Mengapa demikian? Apa kaitan antara cinta dengan dukkha sehingga semua yang tidak masuk akal ini terjadi? Bukankah cinta kasih itu dikatakan sebagai sesuatu yang membahagiakan? Apa bedanya cinta kasih dengan cinta di antara dua kekasih? Masalah timbul karena adanya pancakhanda sehingga kita tidak mampu mengenali dan mengendalikan proses tersebut. Dengan demikian ketika mencapai proses akhir munculnya perasaan cinta, kita justru melekat pada lima khanda ini. Segala yang kita lihat, dengar dan rasa selalu melekat pada sang cinta. Segala yang kita perhatikan dan sadari hanyalah kebaikan dan kelebihan dari sang cinta. Segala yang merupakan memori atau kenangan manis dengan sang cinta akan selalu menyertai diri kita. Segala hal yang kita pikirkan selalu tentang kelebihan dan hal-hal menyenangkan dalam diri sang cinta. Segala hal tentang sang cinta kita tanggapi dengan perasaan menyenangkan yang terikat. Karena kemelekatan inilah maka mata kita tertutup dari kenyataan yang sesungguhnya. Kita dibuai dalam indahnya sebuah petualangan cinta yang memabukkan yang membawa kepada fantasi kesenangan yang tiada terkendali. Bahkan kemudian kita serahkan kendali hidup kita dalam kesadaran yang liar mengikuti arus kesenangan ini. Inilah yang membuat kita seakan tidak mampu mengatasi dan mengendalikan api cinta asmara yang menggebu.
Kemelekatan terhadap perasaan cinta inilah yang membuat kita kemudian juga berbuat hal-hal yang tidak seharusnya. Berpikir bahwa si dia adalah milik kita. Bila berdekatan dengan orang lain, kita akan cemburu, atau tidak senang ketika dekat dengan orang yang tidak disukai. Berpikir bahwa kalau si dia bisa menjadi seperti yang kita mau, padahal belum tentu si dia bahagia dengan pengaturan ini. Bahkan karena kekuatan fantasi pikiran, kita kemudian berusaha menguasai hidup pasangan sesuai dengan apa yang kita impikan. Ini malah menimbulkan penindasan kebahagiaan orang yang dicintai. Semua hal yang berkaitan dengan kemelekatan inilah yang kemudian menciptakan kondisi yang disebut mencintai diri sendiri.Dalam kondisi ini, seseorang akan lupa pada orang lain (pasangannya). Yang ada dalam benaknya hanyalah kebahagiaan bagi diri sendiri. Ini semua berlangsung dalam kesadaran yang tak terkendali.
Bahkan ketika dia berusaha menyenangkan pasangannya sekalipun, tidak jarang juga masih mengandung kecintaan pada diri sendiri (untuk kebahagiaan diri sendiri).Oleh karena itulah ketika semua hal yang diinginkannya tidak terwujud maka muncul konflik. Ego yang saling berbenturan menimbulkan perselisihan. Fantasi pikiran yang berbenturan mengakibatkan terjadinya pertengkaran. Dan pada akhirnya perselisihan yang tidak bisa diatasi mengakibatkan perpisahan. Pada tahap kemelekatan yang sangat kuat, justru menimbulkan ketakutan akan kehilangan serta sebuah ketergantungan yang sangat kuat terhadap pasangannya. Inilah yang kemudian mengakibatkan penderitaan yang sangat kuat, kesedihan yang sangat dalam dan bahkan keputusasaan karena kehilangan pegangan.
Lalu bagaimana caranya hidup bahagia dalam percintaan kita kalau esensi sebuah percintaan itu adalah dukkha? Dengan mengetahui kondisi dukkha dalam kehidupan percintaan bukan berarti kita menghindarinya, melainkan harus bisa mengenali dan memahami kondisinya agar tidak terjerumus pada kemelekatan yang membawa penderitaan dalam kehidupan cinta yang penuh semak duri. Untuk menghindarkan diri dari penderitaan dalam kehidupan percintaan ini, sebaiknya kita menyadari dulu apa sebenarnya dasar dari perasaan cinta kita itu. Apakah didasari oleh sekedar nafsu keserakahan akan kesenangan–kesenangan belaka? Apakah masih ada kemelekatan di dalamnya ? Dan masih banyak lagi yang bisa kita amati dalam perasaan kita sendiri. Bila sudah mampu mengenalinya, kemudian cobalah pertanyakan kembali apakah dengan dasar itu tidak akan menimbulkan penderitaan untuk kita atau pasangan. Ini penting karena sebuah hubungan akan saling berkaitan. Bila pasangan kita tidak bahagia,maka jangan berharap kalau dia bisa membahagiakan kita. Ini adalah hukum sebab akibat. Bila sudah mengerti dan mengenali tentang latar belakang yang kurang baik, seharusnya kita lakukan pelepasan dan perbaikan akan dasar pemikiran tersebut. Ini dibutuhkan kerelaan dalam diri kita untuk melepaskan semua hal yang berkaitan dengan keserakahan kita. Misalnya, memberikan kepercayaan dan kebebasan pada pasangan kita,mempercayai kesetiaan akan kebebasan yang sudah diberikan, memberikan kesempatan pada pasangan untuk menjalani hidupnya sendiri, memberikan apa yang benar-benar dibutuhkan oleh pasangan, menghindari melakukan hal-hal yang membuat pasangan menderita, bahkan memberikan kesempatan pasangan membahagiakan dirinya sendiri. Kita harus bisa menilai apakah hubungan ini nantinya bisa membahagiakan kedua belah pihak. Bila dasar pemikiran kita sudah benar, bisa melanjutkannya dengan bertanya, mau ke mana hubungan ini dibawa. Apakah hanya untuk bersenang senang? Apa serius untuk melanjutkan pernikahan? Apa iseng-iseng saja daripada menganggur? Apa menuruti gengsi semata melihat teman-teman lainnya sudah pada berpasangan? Atau tidak tahu tujuannya dan hanya mengikuti perasaan yang menyenangkan saja? Bila menemukan bahwa tujuan kita tidak jelas dan tahu bahwa tujuan itu akan membawa kita atau pasangan kita kepada kejadian yang tidak menyenangkan, maka segera putuskan untuk memperbaiki tujuan itu. Atau segera cari solusi yang baik bagi kedua belah pihak sebelum hubungan itu menjadi lebih dalam dan berakhir dengan kesedihan di salah satu atau kedua belah pihak. Apabila tujuan dan dasar pemikiran kita sudah benar, maka harus bisa mengenali diri kita sendiri.
Kita harus berusaha memahami apa yang kita mau, apa yang kita butuhkan, apa yang bisa kita perbuat dan apa yang kita inginkan dari pasangan kita. Juga kita harus bisa mengetahui dan memahami segala hal tentang pasangan kita. Ini harus kita lakukan karena dengan demikian akan menghindari perbuatan yang tidak sesuai dengan kondisi kita dan pasangan. Oleh karena itulah pemahaman akan diri pasangan harus dilakukan bersama. Dengan demikian keduanya bisa menilai apa yang bisa diberikan oleh pasangan untuk dirinya dan apa yang bisa diberikan untuk pasangannya. Tentunya dalam hal ini tidak semua hal akan bisa mengalami kecocokan. Oleh karena itulah dalam tahapan ini
sebaiknya diadakan kompromi satu sama lain dengan menyadari konsekuensi dari kompromi itu. Di sinilah kerelaan untuk melepaskan dinding-dinding ego yang selama ini membatasi dan melindungi diri kita harus dilakukan. Ini adalah bagian tersulit, karena kita sudah membangun tembok ego ini sejak dilahirkan. Begitu banyak konsep-konsep yang membentuk ego kita, begitu banyak rahasia dalam diri kita yang tidak ingin dilihat orang lain, itu semua harus kita relakan diketahui pasangan kita. Inilah latihan dana terbesar dalam diri manusia yang harus dilakukan Dengan membuka diri dan melepaskan ego tersebut, maka akan dapat kita rasakan sebuah kelegaan yang tidak terkatakan.
Ketika kita bisa menyadari semuanya itu maka arus kehidupan percintaan akan ada dalam kendali kesadaran kita. Yang kita lakukan bukan hanya menikmati kesenangan yang bisa dinikmati, tetapi juga menyadari konsekuensi dari kompromi yang harus dilakukan saat dua dinding ego saling berbenturan. Oleh karena itulah proses penyatuan kedua sisi tembok ini membutuhkan sebuah kerelaan (dana) yang sangat besar.
Demikianlah semoga mereka yang bisa melihat kenyataan dari proses kehidupan ini serta mampu memahami dan berbuat bijaksana bisa hidup berbahagia. Semoga semua makhluk yang mengembangkan pemahaman dalam hidupnya akan berbahagia bebas dari kebodohan batin .
0 komentar:
Posting Komentar