Rabu, 09 Januari 2013

Aspek pribadi dalam memakmurkan Masjid

Seorang buta datang kepada Nabi SAW dan berkata, “Ya Rasulullah tiada seorang penuntun bagiku untuk menuntun ke masjid, maka izinkan aku shalat di rumah. Maka diizinkan oleh Rasulullah SAW. Kemudian ketika orang itu telah bangun berjalan pulang dipanggil kembali oleh Nabi dan ditanya, apakah kau mendengar suara adzan untuk shalat? Jawabnya, ya, kalau demikian kau harus datang menyambutnya”. (HR Muslim).

Masjid Rasulullah itu adalah masjid yang paling minim dengan fasilitas tapi masjid yang paling penuh dengan hidayah Allah SWT. Dindingnya dari batu bata yang disusun dengan lumpur tanah, atapnya dari daun korma, tiangnya dari batang pohon, lantainya dibuat menghampar dari pasir dan kerikil-kerikil kecil, pintunya ada tiga.

Panjang bangunannya ke arah kiblat hingga ke ujungnya ada seratus hasta dan lebarnya hampir sama. Pondasinya kurang lebih tiga hasta. Masjid Nabi ini bukan sekadar tempat untuk melaksanakan shalat semata, tapi juga merupakan sekolahan bagi kaum muslimin untuk menerima pengajaran Islam dan bimbingan-bimbingannya

Masjid Nabi juga sebagai balai pertemuan dan tempat untuk mempersatukan berbagai unsur kekabilahan dan sisa-sisa perselisihan semasa Jahiliyah, sebagai tempat untuk mengatur segala urusan dan sekaligus sebagai gedung parlemen untuk bermusyawarah dan menjalankan roda pemerintahan (Sirah Nabawiyah, Al-Mubarakfury).

Adalah sahabat Tamim Ad-Dhari Ra yang meletakkan lampu sentir di masjid Nabi pada tahun ke sembilan hijriyah. Akan tetapi di masjid itulah, Rasulullah SAW membina para sahabat, di masjid itulah strategi dakwah dibuat. Di masjid itu Rasulullah SAW mendidik para sahabat, dan di masjid itulah kemudian ukhuwah semakin erat terbangun. Itulah masjid Nabi, penuh dengan hidayah.

Dan setiap pribadi muslim, tentunya juga harus menunjukkan tanggungjawabnya kepada Masjid. Hal ini akan membuatnya mau memakmurkan masjid, apapun situasi dan kondisinya, bahkan ketidaksukaan seseorang kepada pengurus masjid tidak boleh membuatnya ia tidak mau memakmurkan Masjid.

Hal itu karena memakmurkan masjid itu tanggungjawabnya kepada Allah SWT. “Sesunggunya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS At Taubah: 18)

Dalam kontreks pribadi, seorang muslim dapat menunjukkan tanggungjawabnya dalam memakmurkan masjid dalam banyak bentuk, salah satunya adalah “Membangun sesuai Kebutuhan”.

Membangun masjid adalah langkah awal memakmurkan masjid. Karena tanpa adanya masjid, bagaimana mungkin kita dapat memakmurkannya. Namun, dirikanlah masjid bila memang dibutuhkan, bukan karena perbedaan pendapat atau tidak dengan dasar ketakwaan.

Karena itu, membangun masjid memiliki keutamaan yang amat besar, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِى بِهِ وَجْهَ اللَّهِ ، بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِى الْجَنَّةِ

Barangsiapa membangun masjid karena mengharap wajah Allah, maka Allah akan membangunkan untuknya yang semisalnya di surga”. (HR Bukhari)

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ أَوْ أَصْغَرَ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ

Barangsiapa membangun sebuah masjid karena Allah walau seukuran sarang burung atau lebih kecil dari itu, maka Allah akan membangunkan untuknya rumah di dalam surga”. (HR Ibnu Majah)


Maket Masjid yang dibangun mitra donor PKPU di Yogyakarta


0 komentar:

Posting Komentar